Sepasang Candi di Lumbung Padi
Sidoarjo. Mendengar kata itu
pikiran kita akan langsung tertuju pada peristiwa Lumpur Lapindo yang tak
kunjung usai hingga saat ini itu. Hingga pada akhirnya, warga setempat yang
juga korban terdampak lumpur, memanfaatkan lokasi semburan lumpur panas yang
terletak di Porong, Sidoarjo tersebut untuk dibuka sebagai kawasan wisata
bencana.
Baca juga: Meneropong Porong
Pertengahan tahun 2016 lalu, saya
berkesempatan lagi untuk mengunjungi Surabaya karena suatu urusan. Seorang
teman menyarankan saya untuk singgah lagi di Sidoarjo. Konon katanya, ada sebuah
candi yang masih ada hubungannya dengan Majapahit, yang terletak tak jauh dari
semburan lumpur Lapindo di Porong sana. Sedikit tersembunyi dari riuhnya lalu
lintas di Jalan Raya Porong yang menghubungkan Surabaya-Malang. Ataupun
peristiwa semburan lumpur itu sendiri.
***
Saya dan Nita sempat kebingungan
ketika memasuki jalan arteri baru Porong, salah-salah bisa masuk ke jalan tol
Surabaya-Gempol dimana sepeda motor jelas-jelas dilarang melintas. Hanya dengan
berbekal naluri, akhirnya kami menemukan tanda-tanda bahwa jalan yang kami
lalui memang benar menuju sebuah pemukiman penduduk. Dan pastinya bukan
mengarah ke jalan tol.
“Matur suwun, Pak” Ujar kami
hampir bersamaan.
Beruntung, seorang bapak-bapak
yang kami tanyai di jalan berbaik hati bersedia mengantarkan kami sampai ke
candi. Ketika kami masih saja kebingungan meski sudah diarahkan berkali-kali.
Detil batu bata yang membentuk badan candi. |
Saya mengedarkan pandangan,
keberadaan Candi Pari di tengah-tengah pemukiman penduduk memberi kesan
keunikan tersendiri, dibandingkan candi-candi lainnya yang pernah saya
sambangi. Candi yang hampir keseluruhan terbuat dari batu bata itu langsung
mengingatkan saya pada Trowulan, yang merupakan reruntuhan terbesar dari
Kerajaan Majapahit.
Tonjolan sandaran arca yang berukuran cukup besar. |
Baca juga: Hanya Sebentar di Trowulan.
Atap candi jika dilihat dai dalam. Maaf agak blur karena keterbatasan cahaya. |
Saya sempat mencoba masuk ke
dalam bangunan, karena memang diperbolehkan seperti pengunjung-pengunjung
lain. Tak banyak yang bisa di lihat, kecuali tembok candi yang berhadapan
langsung dengan pintu masuk, terdapat tonjolan yang diduga sebagai sandaran
untuk meletakkan arca. Mengingat betapa besar sandaran tersebut, pasti besar
pula arca yang pernah diletakkan disitu. Namun tak ada seorangpun yang tahu,
karena arca tersebut tak pernah ditemukan.
Candi dan pelatarannya yang asri. |
***
Dikisahkan, hiduplah Jaka Walang Tinunu dan sahabatnya, Jaka Pandelegan di sebuah daerah yang merupakan lumbung padi bernama Kedungkras. Mereka berdua sebelumnya berkerja sama membabat hutan untuk kemudian ditanami padi.
Kemudian kabar tersebut sampailah
ke telinga Hayam Wuruk, raja Majapahit kala itu. Di tengah kondisi kerajaan yang
sedang dilanda paceklik pangan karena gagal panen. Maka dari itu, sang raja
mengutus prabunya untuk mengincar desa itu.
Candi Sumur di ujung gang yang lengang. |
Sebagai balas jasa atas usahanya,
sang raja menawarkan kepada kedua pasangan suami istri tersebut untuk tinggal
dan menetap di lingkungan kerajaan. Jaka Walang Tinunu beserta istrinya dengan
senang hati menerima tawaran tersebut. Namun pasangan lainnya, Jaka Pandelegan
menolaknya dan memilih untuk tetap tinggal di desa Kedungkras.
Tak disangka, penolakan tersebut
membuat Hayam Wuruk tersinggung dan dan sedikit murka. Dianggap membangkang
perintah raja, sang prabu lalu diutus kembali ke desa Kedungkras untuk
menangkap paksa Jaka Pandelegan dan istrinya, Nyai Loro Walang Angin.
Nita sedang berbincang dengan sang juru kunci Candi Sumur. |
Sebelumnya bertemu ibu ini yang meminta mengisi buku tamu dan membayar rupiah seikhasnya. |
Mendengar kabar itu, sang raja
akhirnya mengakui bahwa Jaka Pandelegan dan istirnya memiliki kesaktian yang
tinggi. Dibangunlah dua buah candi yang berdekatan, berjarak kurang lebih 50
meter untuk mengenang peristiwa tersebut. Candi Pari dibangun di bekas lumbung
padi tempat Jaka Pandelegan menghilang. Serta Candi Sumur di bangun di sebelah
selatan bekas sumur tempat Nyai Loro Walang Angin menghilang.
***
Kisah tersebut dituturkan oleh
juru kunci Candi Sumur yang kami temui. Kebetulan sedang berada di tempat
sehabis menilik sawahnya yang berada di ujung jalan desa. Di usianya yang sudah
renta, beliau masih bersemangat mengisahkan tentang legenda berdirinya dua buah
candi di desanya kepada kami. Meski harus terbata-bata, ataupun diselingi
dengan bahasa Jawa Kromo, karena tidak bisa mengartikannya ke dalam bahasa
Indonesia.
Siang itu, sebenarnya ada dua
pengunjung lain di Candi Sumur. Namun mereka nampaknya sama sekali tak tertarik
dengan cerita di balik berdirinya candi, yang hanya mereka jadikan sebagai
latar berfoto mereka tersebut.
Sumur yang ada di dalam candi. |
Candi yang tak lagi utuh. |
Keberadaan sepasang candi yang
dibangun berdekatan tersebut, bisa memberikan penafsiran tersendiri. Candi Pari
dalam bahasa Jawa berarti Padi, perlambang kesuburan. Sedangkan Candi Sumur
melambangkan pengairan. Hingga kini, daerah tersebut masih dikenal sebagai
salah satu lumbung padi khususnya di Provinsi Jawa Timur. Karena persawahan di
sekitarnya selalu tumbuh subur dan hampir tak pernah mengalami kekeringan.
Iya Mas, sumur dan padi memang sangat erat hubungannya,
BalasHapuskalau beras sama air lha jadinya nasi, hehe
Itu sumur di dalam candinya masih ada airnya apa sudah kering? fotonya gak begitu jelas dilihat (kayak foto yang terakhir) hihi
Betul, sebagian besar orang datang ke candi cuman buat potoh-potoh...heheh
Airnya kering sih mas, soalnya juga lubang itu cm di dalam candi, bukan di dlm tanah
HapusTp kalo ujan mungkin keisi juga
Asik nih main di candi candi
BalasHapusSeru tuh kayaknya main kesana.
BalasHapusKolaborasi apik antara perjalanan, kisah masa lampau dan bangunan candi, Kak.
BalasHapusTernyata, banyak sekali ya penuturan atau kisah yang bisa diambil untuk belajar, lebih lagi sama juru kunci yang kadang sering pakai boso krama. Menurutku salah satu uniknya sebuah kunjungan juga di sini.
Ku jadi merasa apalah sebesar ini baru sekali masuk ke candi! Semoga ada waktu buat berkunjung ke candi, mendengarkan cerita juru kunci atau hanya sekedar menghabiskan sore biar seperti Mbak Cinta dan Mas Rangga waktu ke candi. Wkwkwk.
Lalu, aku ada pertanyaan, foto sumur ketiga itu, ternyata kering ya? Aku perhatikan kok ada uang koin gitu. Apa itu seperti di tamansari? Jika melempar koin ke sana lalu berdoa agar segera dapat jodoh, akan terkabul? Ah itu mitos sih ya. Baiklah~
Iya betul ada uang koin yg dilemparkan. Kalo mitos jodoh sepertinya bukan, tp setauku yg melempar yg sembahyang disitu
HapusSeriusan q baru tahu kalau di Sidoarjo ada Candi, heeee
BalasHapusMaap Kudet, setahu ku yang banyak Candi ada di Mojokerto, Malang, Blitar ... heeee
Thanks Infonya ...
Seriusan q baru tahu kalau di Sidoarjo ada Candi, heeee
BalasHapusMaap Kudet, setahu ku yang banyak Candi ada di Mojokerto, Malang, Blitar ... heeee
Thanks Infonya ...
Banyak sbnrnya di sidoarjo. Cerita kak jo menarik sekaliii hihihihihi yuk kapan jalan cari2 candi
HapusWah, kompleks Pari-Sumur. Saya pernah bahas ini di blog dalam beberapa tulisan, hehe. Banyak hal yang menarik dari candi ini. Ia punya gaya Champa, ada juga relief kelinci bulannya. Di mata masyarakat ia adalah monumen kesuburan, sebagaimana mitosnya, dan fakta bahwa ia didirikan di dekat kawasan bernama Pesawahan yang sampai sekarang merupakan lumbung padi di kabupaten sana. Namun, di mata petinggi ia adalah monumen diplomatik karena gaya mancanegara yang ada padanya merupakan monumen pertama dan terakhir bagi Champa di Nusantara. Hebat kan, hehe.
BalasHapusIya mas gar, aku jg baca postinganmu sebagai referensi. Betul ada versi yg berbeda dr cerita ttg candi ini.
HapusPeninggalan Majapahit memang banyak di Jawa Timur, masa-masa kejayaannya membuat banyak peninggalan tersebar di berbagai penjuru. Yang harus dilakukan sekarang yakni kita harus berusaha menjaga warisan tersebut agar tidak terbengkalai.
BalasHapusIyaa di jawa timur banyak candi yang pake batu bata kaya trowulan? aku belum pernah melihat secara langsung. Huhu. Kaya gimana bentuk arca dari batu bata.
BalasHapusEnaknyaa kalau candi yang masih sepi begitu. Bisa detail mengamati dan menelusuri cerita
Kalo arca ttp pake batu andesit btw. Bangunannya baru pake batu bata
Hapuskira-kira suatu hari semburan itu bakal sampai di komplek candi ini nggak ya mengingat semburan lapindo tiada kata usai. Btw, gambarmu kurang besar mas, di full size atau large saja
BalasHapuskayake browserku yang eror barusan. abaikan yak komentar tadi. hahaha. gambar udah normal kok
HapusAku wes panik sek mbak mbak -__-
HapusCieee yang mesih menulis kisah & kenangan bersama.....nya :3
BalasHapusWooooy -__-
HapusGood job.. apik mas.. agak sedikit ingat ma cerita si mbah..
BalasHapusbtw seingetku itu sumur jaman dulu ada airnya trs ditutup karna takutnya ada yg jatoh kesana karna sumurnya yang dalam.. konon mitosnya lubang sumur itu mengarah ke pantai selatan yang katanya disakralkan itu...
sukses buat blog e ya mas. Hwaiting !! (9'o')9
kapan menyang suroboyo mane.. hayok uklam-uklam manee
btw iku potoku mbladus ya dipajang ig T_T
Wah mantep mas, udah sampai Jatim aja :D
BalasHapusHehehe baru dikit mas :3
HapusWah, untung nggak kena lumpur ya. Aku baru tahu loh kalau disekitar situ ada candi juga, dan tampaknya masih begitu terawat juga :)
BalasHapusJaraknya sekitar 2km mas, semoga ga meluas lagi lumpurnya.
Hapuscandinya terlihat sekali dari bata merah, biasanya dari batu yang warnanya abu-abu gitu, semoga tetap terjaga ya keberadaannya
BalasHapusAmin mbak ev. Nampaknya masyarakat sekitar jg sudah peduli untuk melindungi warisan cagar budaya tsb.
Hapuscandi candi di daerah Jatim kebanyakan terbuat dari bata merah ya mas...jadi banyak diantaranya yang sudah hancur dimakan usia...berbeda dengan candi yang ada di daerah Yogyakarta dan sekitarnya yang terbuat dari batuan andesit...BTW di utara desa saya dl juga ada beberapa candi...sekarang dah pada hilang...beberapa diambil batunya untuk pondasi rumah dan bahan untuk membangun jembatan :C
BalasHapusjangan salah mas, di jawa timur juga ada yg terbuat dari batuan andesit. namun memang mayoritas dari batu bata merah, yang merujuk pada peninggalan majapahit.
HapusKebanyakan mas :D bukan semua.....
HapusSejujurny aku yg di Sidoarjo ga pernah kesini mas Jo, sempet tahu keberadaannya. Ternyata kisah dibalik dibangunnya Candi ini keren Mas.
BalasHapusKapan-kapan aku nyoba kesana deh
-Lidia
Ke Sidoarjo biasanya cuma mampir lewat aja. Belum terpikir untuk mengunjungi jejak-jejak sejarahnya.
BalasHapusLetaknya agak tersembunyi sih mbak, apalagi sejak ada tol itu, perkampungan di sekitar candi seperti terisolasi. Ga banyak orang yg lewat tahu.
Hapuskalau wisata ke tempat2 bersejarah gini, pikiran sering tiba2 melayang membayangkan kehidupan di jaman itu..
BalasHapusSama bang, seperti mesin waktu ya. Ato imajinasinya kita yg ketinggia :D
Hapus