Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Selingan Riang di Waktu Senggang

Gambar
gambar nyopet dari sini Saya berkenalan dengan musik Banda Neira baru pada awal 2015 lalu. Awalnya sekali-dua kali mendengar salah satu lagunya yang berjudul Hujan di Mimpi diputar di radio. Iya, radio masih menjadi andalan (halah!) dalam mencari referensi musik untuk saya dengarkan. Ketika musik sudah merambah di dunia digital dan internet, seperti Soundcloud , Youtube dan kawan-kawannya. Berawal dari penasaran, saya mulai mencari lebih banyak tentang Banda Neira ini. Terlebih lagi dari namanya saja unik. Diambil dari nama salah satu pulau di kepulauan Maluku sana. Seingat saya, dari pelajaran sejarah waktu sekolah dulu Banda Neira juga merupakan tempat dimana Bung Hatta pernah diasingkan. (Bener gak sih?) Adalah Ananda Badudu dan Rara Sekar , dua alumnus Universitas Parahyangan ini resmi memperkenalkan diri sebagai Banda Neira Neira pada awal 2012. Meski formatnya dua orang,  Ananda di gitar/vokal dan Rara di vokal dan kadang memainkan Xylophone sebagai sempilan, me

Menengok Masa Lalu di Museum Kereta Api Ambarawa

Gambar
Stasiun Ambarawa. Entah sejak kapan saya suka dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kereta api. Eh gak cuma kereta api ding, saya juga suka pesawat. Eh gak cuma pesawat, saya juga suka kapal. Intinya saya suka dengan benda mati yang bergerak. (maksudnya?) Ya misalnya moda-moda transportasi yang saya sebutkan tadi. Duh kok jadinya malah merembet kemana-mana ini ya. Padahal saya kali ini pengen ngomongin kereta api lho.   Ngomongin soal kereta api, saya pribadi lumayan sering menggunakan moda kereta api ketika berpergian jarak jauh. Kalau tujuannya masih bisa diakses dengan kereta api ya pasti naik kereta yang jadi pilihan utama. Kalau tidak memungkinkan baru menggunakan moda transportasi umum lain, misalnya bus atau yang lainnya. Lampu vintage ala ala. Korban mutilasi :( Kereta api juga erat kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia. Karena tahu sendiri lah kereta api (plus infrastrukturnya) ada kan berkat Pemerintah Kolonial belanda pas menjajah bangsa kita du

Sumurup, Sisi Lain Rawa Pening

Gambar
Antara gunung, sawah dan rel kereta. Sebenarnya sudah sejak lama saya mengetahui tentang desa bernama Sumurup. Setelah membaca artikel di blognya Mas Satya , dan begitu melihat foto-foto yang terpampang disitu, saya langsung ingin sesegera mungkin mengunjunginya. Tapi apa mau dikata, barulah pada libur Lebaran 2015 lalu saya sempat kesana.   Seperti tahun sebelumnya, saya dan Budhe memiliki rencana jalan-jalan bareng lagi. Mumpung dia juga lagi pulang kampung. Tapi berhubung dompet saya yang lagi cekak, dan ditambah ijin dari Babeh-nya Budhe yang tak kunjung turun untuk dia jalan-jalan terutama yang jauh. Maka diputuskanlah yang dekat-dekat sajaaah. Menyusuri rek kereta. Saya usul di sekitaran Ambarawa-Salatiga. Selain jaraknya yang tidak terlalu jauh dan bisa dijangkau dalam sehari, juga karena di daerah tersebut ada beberapa tempat yang menarik tapi belum pernah saya kunjungi. Terutama desa Sumurup tadi yang memang saya pengen banget kesana. Blusukan sampai Kotagede k

(Ceritanya) Ngadem di Sam Poo Kong

Gambar
Cuaca Semarang Sabtu siang (5/9) itu memang cetar membahana. Panasnya ngalahin liat gebetan jalan sama temen sendiri *eh Saya sampai di area parkir Klenteng Sam Poo Kong sekitar pukul 11 siang. Oiya, kali ini saya tidak sendiri tentunya. Saya menggandeng (ceileh, emang truk digandeng?) Seorang teman. Nah dia ini berasal dari Surabaya yang lagi ngebet banget pengen ke Semarang. Dan harus saya yang nemenin! (Harus ya?)   Kunjungan kali ini menjadi yang kedua kalinya saya ke Klenteng Sam Poo Kong. Setelah pertama kali bersama kurowo Backpacker JogloSemar pada April lalu. Sebelum itu saya juga sudah beberapa kali ingin kesini, tapi belum pernah kesampaian. Terakhir rencana saya bersama seseorang (ga usah saya jelasin siapa) pun berakhir dengan wacana. Tapi, yang bikin kesel adalah saya secara ga sengaja lihat di timeline, dia memposting fotonya kesana bersama orang lain! Ngeselin emang! Huft! Klenteng Sam Poo Kong yang terletak di Jalan Simongan ini selain sebagai tempat iba

Sepucuk Cinta dari Sudut Gang Sosrokusuman

Gambar
Gapura masuk Jl. Sosrokusuman, tepat di sebelah selatan Mall Malioboro. Hmm.. oke mungkin judulnya sedikit lebay, ga enak dan lebih mirip judul FTV, tapi saya berani jamin ceritanya ga akan selebay judulnya. Oke ga usah banyak cap cip cup belalang kuncup, langsung aja nih cekidot! Jogja siang itu cukup terik dan panas, tapi masih kalah panas sama Semarang yang gerahnya minta ampun. Asli! Kini saya sampai di area jalan Malioboro setelah turun dari kereta Prameks di Stasiun Tugu tadi. Saya harus berlari kecil saat menyebrang jalan di zebra cross dekat halte TransJogja . Itupun tadi membutuhkan waktu cukup lama karena lalu lintas kendaraan cukup ramai siang itu. Ya maklum lah, meski bukan bertepatan dengan hari libur atau akhir pekan Jogja masih saja ramai oleh pelancong dan wisatawan.   Sesekali langkah saya harus terhenti, mengalah dengan lalu-lalang kendaraan roda dua yang sedang akan diparkirkan ataupun sebaliknya. Berada di situasi seperti ini saya hanya bisa terdiam. Tap

Jalan-jalan Hore Part #2: Kehujanan di Lereng Gunung Lawu

Gambar
Pelataran Candi. Cerita Sebelumnya   klik disini Hari kedua, bermodal pinjaman motor dari Bang Yosh semalam kami sepakat untuk melanjutkan petualangan. Kali ini kami akan melipir sedikit dari Kota Solo, yaitu di lereng gunung Lawu, kabupaten Karanganyar tepatnya. Ya memang bukan daerah Solo lagi sih, tapi nggak apa-apa lah melipir dikit. Karena terdapat beberapa tempat wisata yang sayang untuk dilewatkan, apalagi mumpung lagi di Solo. Saya dan Mas Bani juga ditemani Mas Bayu dan Mbak Ika lagi, serta satu lagi semalam memutuskan untuk bergabung namanya Mbak Titin.   Tempat pertama yang kami sambangi adalah Candi Cetho , butuh sekitar 1,5 jam perjalanan dari kota Solo. Candi bercorak Hindu ini berlokasi di Dusun Cetho, Kabupaten Karanganyar. Berada di lereng gunung Lawu berketinggian 1496 meter di atas permukaan laut. Bisa ditebak kan jalannya kayak apa? Iya, jalannya penuh tikungan mesra dan tanjakan curam. Apalagi tanjakan terakhir sebelum area Candi, dengan sudut kemirin