Bersekutu dengan KM Kelimutu


KM Kelimutu


"Kapale aman tenan to?"

Entah sudah berapa kali kegelisahan itu dilontarkan oleh Mas Icang. Dan entah berapa kali juga saya yakinkan dengan jawaban yang sama.

"Wes, tenangno pikirmu.. Kapale gede kok, aman.."

Ya, ditengah cuaca yang semakin tidak menentu akhir-akhir ini, saya tetap memantapkan diri dengan rencana yang sudah saya buat sebulan sebelumnya. Meskipun tetap saja kekhawatiran itu tidak sepenuhnya bisa diabaikan begitu saja.

Bukannya saya mau meremehkan alam. Namun dengan tiket KM Kelimutu di tangan, setidaknya memberikan sedikit jaminan bahwa kapal tidak akan mengalami penundaan jadwal jika cuaca memburuk. Maklum kami adalah pekerja Senin-Jum'at. Dan saya sudah sering mendengar cerita, bahwa banyak wisatawan yang terjebak di Karimun Jawa hingga berminggu-minggu karena gelombang laut Jawa sedang tinggi.

Jika tak bisa pulang, bisa-bisa kami jadi pengangguran sekembalinya dari Karimun Jawa!
KM Kelimutu
KM Kelimutu sandar di dermaga Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Hujan disertai angin kencang yang mengguyur kota Semarang sepanjang siang hingga sore itu, sempat membuat saya gusar. Beruntung, ketika menjelang malam langit berangsur cerah dan angin berhembus tak sekencang sebelumnya.

Setelah menyelesaikan proses pemeriksaan tiket, kami langsung bergegas menuju dermaga. Tapi bukan karena kapal akan segera diberangkatkan, melainkan saya sangat antusias untuk melihat langsung kapal yang akan kami naiki dari dekat. Selama ini saya hanya bisa melihat cerobong asapnya dari kejauhan, ketika berangkat ataupun sepulangnya dari tempat kerja.

Saya sedikit terpana ketika memasuki area ruang tunggu Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas. Pasalnya, saya seakan memasuki sebuah bangunan mall atau bandara. Jauh dari wajah pelabuhan pada umumnya yang terkesan angker, banyak calo dan preman berkeliaran. Sebenarnya tak perlu kaget, karena saya sudah sering mendengar kabar bahwa terminal ini mengalami renovasi sejak 2015 lalu.

Jika dilihat dari luar memang tidak begitu terlihat perbedaannya. Namun begitu memasuki area keberangkatan, penumpang akan dimanjakan dengan berbagai fasilitas seperti ruang tunggu berpendingin udara, mushala, dan toilet yang sangat dijaga kebersihannya. Serta interior yang didesain dengan cukup menarik dan elegan. Bahkan konon, Ignasius Jonan pernah sesumbar bahwa kondisi dan fasilitas terminal penumpang Tanjung Emas lebih baik dari Bandara Ahmad Yani ketika meninjau tempat ini ketika musim mudik Lebaran yang lalu.

Tepat pukul 23.00, suara klakson kapal bergaung keras sebanyak satu kali. Menandakan kapal akan diberangkatkan satu jam mendatang. Dan kami dan para penumpang lainnya yang tadinya masih sibuk berfoto di dermaga, satu per satu segera bergegas naik ke dalam kapal yang ternyata lebih besar jika dilihat dari sedekat itu.
Pelabuhan Tanjung Emas
Kesibukan di pelabuhan menjelang tengah malam.
Ya, inilah KM Kelimutu yang akan mengantarkan kami ke Pulau Karimun Jawa. Diambil dari nama sebuah gunung berapi yang terletak di Ende, Nusa Tenggara Timur. Kapal dengan panjang total mencapai 99,8 meter ini, melayani rute pelayaran Semarang-Karimun Jawa PP yang dibuka sejak Januari lalu. Dengan frekuensi pelayaran sebanyak dua minggu sekali. Berangkat Sabtu dini hari dan tiba kembali di Semarang hari minggu malamnya. Pas sekali bagi golongan PJKA (Pergi Jum'at Kembali Ahad) yang ingin berlibur ke Karimun Jawa, tapi hanya punya libur di akhir pekan saja.

Tepat di pintu sebelum masuk ke dalam kapal, kami kembali diminta untuk menunjukkan tiket masing-masing. Lalu diarahkan oleh petugas yang menyambut kami dengan ramah, untuk langsung masuk ke kabin kelas ekonomi di dek nomor 4. Padahal di tiket tercetak bahwa kabin kami berada di dek nomor 2.

"Sebentar, Mas. Mau keliling dulu, lihat-lihat dulu.." Sahut saya.
KM Kelimutu
Denah dek 4.
KM Kelimutu

KM Kelimutu ini sendiri sebenarnya terdiri dari beberapa dek penumpang, dengan kapasitas total sekitar 900 orang. Namun saat itu hanya satu dek kelas ekonomi dan satu dek kelas 1 dan 2 yang digunakan. Sedangkan dek lainnya masih dalam perawatan, kata petugas yang kami temui tadi. Lagipula, malam itu kapal ini hanya terisi sekitar 200an penumpang yang akan diberangkarkan menuju Karimun Jawa. Sebagian besar merupakan rombongan, entah itu keluarga ataupun kantor.

Memang belum banyak yang mengetahui rute alternatif yang masih terbilang baru ini. Mayoritas wisatawan masih cenderung memilih lewat Jepara via KMP Siginjai yang tarifnya jauh lebih murah. Ataupun kapal cepat bagi mereka yang tidak mau berlama-lama di perjalanan menuju Karimun Jawa. Tentu saja dengan kapasitas terbatas, dan juga jadwal keberangkatan bisa saja sewaktu-waktu ditiadakan jika cuaca sedang tidak memungkinkan.
KM Kelimutu
Toko di dalam kapal yang menjual aneka makanan ringan dan minuman. Harganya? Tak usah ditanya.
Setelah meletakkan barang bawaan di kabin, kami segera berkeliling untuk melihat keadaan kapal. Maklum -orang udik-, ini adalah pengalaman pertama saya naik kapal sebesar ini. Yang sebelumnya hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Memulainya dari dek nomor 5, disini kami bisa melihat dengan leluasa ke arah luar. Nampak kesibukan bongkar muat kapal masih terlihat di pelabuhan Tanjung Emas, meski hari sudah hampir tengah malam.

Sementara saya berkeliling, sepertinya Mas Icang mendapatkan teman ngobrol baru. Seorang bapak-bapak paruh baya yang belakangan saya ketahui adalah seorang awak KM Kelimutu juga. Tak ada penampakan bahwa beliau adalah seorang awak kapal. Karena saat kami temui hanya mengenakan kaos oblong dan celana jins selutut, sedang asyik merokok di lorong kapal.

"Saya juga dari Solo, Pak. Tepatnya daerah Kleco.." Ujar Mas Icang

Dari obrolan singkat tadi, kami jadi tahu bahwa beliau berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara. Namun kini telah lama menetap di kota Solo, beserta keluarganya. Akhirnya perbincangan ringan mengalir di antara mereka berdua, seiring angin yang berhembus pelan menerpa dinding kapal. Sementara saya hanya menjadi orang ketiga, dan sesekali menimpali. Sebelum akhirnya beliau pamit untuk undur diri.

"Sebentar ya, mau ganti seragam ini. Kapalnya kan mau berangkat.."

Namun selama pelayaran bahkan sesampainya di Karimun Jawa nantinya, kami tak pernah menjumpainya lagi. Untuk sekedar menanyakan siapa namanya, bekerja di bagian apa di KM Kelimutu ini, ataupun tempat tinggal beliau di Solo.
Pelabuhan Tanjung Emas
Meninggalkan dermaga pelabuhan. Sampai jumpa Pulau Jawa.
Dan tepat tengah malam, akhirnya KM Kelimutu diberangkatkan. Bergerak perlahan meninggalkan dermaga Pelabuhan Tanjung Emas ditarik oleh tug boat, untuk kemudian bersiap mengarungi laut lepas bertolak menuju Karimun Jawa.

Tapi saya tidak merasakan adanya gerakan atau goyangan yang berarti, justru lampu-lampu sekitar dermaga pelabuhan yang seakan bergerak menjauhi kapal. Terutama ketika saya berjalan di lorong bagian luar kapal. Hal itu membuat saya semakin yakin, bahwa kapal sebesar itu akan mampu berlayar meski dihadang ombak besar. Dan yang paling penting, bisa membawa saya pulang kembali ke pulau Jawa sesuai jadwal.
KM Kelimutu
Gelap gulita di luar sana.
Saya bersyukur malam itu laut begitu tenang, dan angin pun berhembus tidak terlalu kencang. Kegelisahan saya pun perlahan menghilang. Seiring kapal yang semakin menjauhi daratan, dan sinar lampu-lampu pelabuhan di belakang menyisakan titik-titik cahaya kecil, hingga pada akhirnya menghilang sama sekali. Sejauh mata memandang, tak ada apapun yang bisa dilihat lagi kecuali gelap gulita lautan. Kami memutuskan untuk masuk ke dalam kabin.

Saya langsung terbangun, ketika mendengar adzan subuh yang berkumandang lewat pengeras suara. Disusul dengan pemberitahuan bagi para penumpang yang akan menunaikan sholat subuh, bahwa mushola berada di dek nomor 6 bagian belakang kapal. Lengkap dengan arah kiblat yang disesuaikan dengan posisi arah kapal yang sedang melaju. Ini menjadi hal baru bagi saya, meski di tengah lautan sekalipun umat muslim masih bisa menjalankan kewajibannya. Karena setiap kapal Pelni sudah dilengkapi dengan fasilitas mushola.
KM Kelimutu
Langit di kala subuh.
Sementara itu, saya mendapati bed di sebelah saya sudah kosong melompong. Mas Icang sudah menghilang entah kemana. Mungkin dia sudah bangun lebih dulu dan sedang menunaikan ibadah sholat subuh, pikir saya. Tak lama kemudian, Mas Icang muncul.

"Yok, metu. Kamerane digowo.." Ujar Mas Icang.

Saya yang baru saja bangun dan masih mengumpulkan nyawa, sedikit terlonjak sambil mengerjapkan mata yang masih menyesuaikan dengan cahaya lampu. Kemudian bergegas menuju toilet untuk cuci muka sekenanya.

Subuh baru saja berlalu, namun entah kenapa langit sudah begitu terangnya. Mas Icang mengajak saya untuk naik ke dek 7, tempat dimana cafetaria berada yang sedari tadi malam kami cari-cari. Dan langsung memesan segelas kopi, sedangkan saya hanya meminta sebotol air mineral. Satu gelas plastik berisi kopi hangat yang tak sampai setengah gelas itu dihargai sepuluh ribu rupiah, dan Rp. 15.000 untuk menebus sebotol air mineral ukuran 1,5 liter. Mahal memang.
Sunrise Laut Jawa
Tertutup awan.
Berada di dek atas membuat kami baru merasakan goyangan kapal yang sesungguhnya, sementara itu anginpun ternyata berhembus cukup kencang. Rupanya sudah banyak penumpang lainnya yang sedang beraktivitas di dek atas, meninggalkan kabin mereka untuk sekedar menghirup udara laut di pagi hari. Ataupun sibuk menyalakan sebatang rokok, sambil menikmati segelas kopi atau teh yang dibeli dari cafetaria.

Kemudian menantikan atraksi pertama yang paling ditunggu-tunggu hampir seluruh penumpang termasuk kami, yaitu sunrise pertama di bulan Oktober. Dan istimewanya, kami dapat menyaksikannya dari atas kapal yang sedang melaju. Sungguh merupakan suatu kesempatan yang amat langka.
Sunrise Laut Jawa
Jingga mengintip.
Sunrise Laut Jawa
Selamat pagi 1 Oktober.
Di ufuk timur terlihat semburat jingga sudah mulai mengintip. Sayang, gumpalan awan tebal yang membumbung tinggi sedikit menghalanginya. Tapi tak lama kemudian entah kenapa gumpalan awan itu perlahan memudar, seakan tau diri untuk membuka jalan bagi sang mentari menampakkan diri.
KM Kelimutu
Pagi di atas kapal.
Tepat pukul 5 pagi, terdengar sebuah pengumuman melalui pengeras suara bahwa satu jam lagi KM Kelimutu akan tiba di Karimun Jawa. Yang disambut dengan sangat antusias oleh para penumpang, seiring dengan sebuah daratan di kejauhan yang mulai nampak dari arah depan kapal. Itu sebuah pulau, tak salah lagi. Dan itu pasti adalah pulau Karimun Jawa, batin saya. Semakin banyak pulau-pulau kecil lainnya yang juga terlihat di sekitar pulau utama. Sebagian besar tak berpenguni, karena sepengetahuan saya hanya pulau-pulau besarnya saja yang berpenghuni.
Karimun Jawa
Sebentar lagi, Karimun Jawa.
Karimun Jawa
Pulau kecil yang tak berpenghuni.
Sekitar satu jam kemudian, saya merasakan KM Kelimutu mulai melambat begitu mendekati pulau. Semakin pelan, semakin pelan. Sebelum akhirnya benar-benar berhenti. Lalu jangkar dilepaskan dan disudahi dengan klakson kapal yang bergaung panjang. Ya, kapal berhenti masih di perairan. Karena dermaga pelabuhan Karimun Jawa belum mampu menampung kapal sebesar ini untuk bersandar. Sehingga para penumpang nantinya akan dijemput dengan kapal kecil yang mungkin lebih tepat disebut perahu, untuk menuju ke dermaga pelabuhan.

Sambil menunggu perahu penjemput datang, terdengar panggilan kepada seluruh penumpang bahwa sarapan telah siap dan dipersilahkan mengambilnya di pantry dengan menunjukkan tiket masing-masing. Tak perlu membayar lagi, karena sarapan sudah termasuk fasilitas yang diberikan PT Pelni selaku operator KM Kelimutu.
Karimun Jawa
Dermaga masih jauh.
Karimun Jawa
Kapal atau perahu?
Selesai sarapan, kami berdua bergegas menuju dek 5 karena perahu penjemput yang berkapasitas 12-15 orang itu juga sudah tersedia. Kemudian turun melalui tangga yang membuat nyali sedikit menciut, karena berada di sisi lambung KM Kelimutu. Jadi kami diharuskan untuk berhati-hati jika tidak ingin terpeleset ataupun tercebur ke laut. Tak perlu menunggu lama untuk terisi penuh, kloter pertama pun segera diberangkatkan menuju dermaga pelabuhan.

Tak sampai 15 menit setelahnya perahu yang kami tumpangi sudah mendekati dermaga. Namun penumpang sudah dibuat heboh, karena hampir tak pernah melihat air laut yang begitu jernih. Bahkan sampai ke dasar lautpun terlihat dengan jelas, serta ikan-ikan kecil yang berenang kesana-kemari seakan menyambut kedatangan kami. Begitu perahu sudah tertambat, tapi kami masih perlu sedikit perjuangan ekstra karena dermaga yang letaknya begitu tinggi daripada perahu itu sendiri.
Karimun Jawa
Sampai...
Dan akhirnya, kami resmi menginjakkan kaki di pulau Karimun Jawa. Namun belum apa-apa, petaka itu sudah datang menghampiri kami.

"Jo, gas e wes sido tak leboke ning carrier durung ya..?"



Bersambung... disini

Komentar

  1. makasih infonya..jadi ga perlu ke pelabuhan jepara dulu buat ke karimun

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe sama2 mas, yok kpn ke karimun lg :3

      Hapus
  2. Uhuk ditunggu serangan nyamuknya hahahahahhaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahahaha iya itu nanti pasti ada kok -_-

      Hapus
    2. Kakakkaka, aku udah kebal sama nyamuk di sana hahaha

      Hapus
    3. di semarang nyamuknya jauh lebih gede mas,ekekekeke
      tp sama ganasnya sih XD

      Hapus
  3. Dulu sering banget pake kapal2 kayak gini, dari Jawa ke Padang, karena jaman SD tiket pesawat masih mahal. Terakhir pake kapal laut, bbrp thn lalu dari Bali ke Gili dan itu lamanya ampuuun, sumpan bosen dijalan. Sekarang blm lagi, masih mikir kenyamanan buat anak kl naik kapal laut.. Btw itu lorong kapalnya mirip kayak difilm2 gitu hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo kapal pelni kan ada yg kelas kabin mbak, jd bisa sekeluarga sekamar gitu
      travelling naik kapal seru juga kok :D

      Hapus
  4. Jadi inget lagunya Didi Kempot. Tanjung Mas Ninggal Janji.




    www.ayuniverse.com

    BalasHapus
  5. Penasaran pengen lihat tempat boboknya kayak apa :)



    www.nirmalamedia.com

    BalasHapus
  6. pernah naik dari jepara dan ternyata ada kapal dari semarang yang jauh lebih bagus. sayang ga bisa sandar di dermaga ya, harus diangkut perahu kecil?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kak.
      Tapi setidaknya aman dari terjebak berhari-hari krn cuaca buruk :D

      Hapus
  7. mendadak kangen naik kapal perintis lagi..
    terakhir naik tahun 2007 Surabaya - Sorong selama 5 hari..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahahaha iya seru juga ternyata naik kapal :D

      Hapus
  8. pernah sekali naik kapal begini waktu ke lampung. alhasil saya mabok laut sepanjang perjalanan dan kapok naik kapal fery :(

    www.travellingaddict.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha ini bukan kapal fery kak, kapal penumpang :3

      Hapus
  9. Kelimutu ternyata bagus banget untuk menyebrang ke Karimunjawa. Apalagi bisa melihat sunrise pertama di bulan Oktober. Cantik banget :)

    BalasHapus
  10. mungkin gasnya butuh ganti yg 5,5kg kak biar gak kelupaan hehe... Oia ke Karimun Jawa udha bisa naik Pesawat juga loh kak... ^-^ tapi naik kapal emang lebih keceh soh chemisyterynya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha gak yg 12 kilop sekalian??
      asiiik kok naik kapal, meskipun agak lama tp enjoyy

      Hapus
  11. Asyik tuh bisa buat titanic2an. :v

    BalasHapus
  12. Teringat pertama kali naik kapal saat mau ke lampung, malem2 lagi berangkatnya, dingin juga samapi ditengah laut, posisi saya sama temen di luar.. hehe..
    Jadi pengen jalan2 ing semarang, wes suwi rak mrono..

    BalasHapus
  13. Waahhh, saya sdh lama gak naik kapal laut, seru tapi agak menegangkan :) seruu pengalamannya :)

    BalasHapus
  14. Penasaran kisah lanjutannya. Kayaknya Kelimutu bisa jadi pilihan asoy buat ke Karimun yak. Berlayar malam jadi bisa bobok2 cantik dulu. Bangun2 disambut sunrise cihuy

    BalasHapus
  15. boleh,dicoba tuh naik KM???

    BalasHapus
  16. Mesakne banget nek gagal bali dina Minggu dadi pengangguran. :D Ra ono pendahuluan SP1 tekan SP3 po? Wekekekek :D

    Kayaknya udah jadi standar itu klo harga makanan di kapal lebih mahal. Bahkan klo kapalnya udah berlayar harganya lebih mahal daripada pas kapalnya masih bersandar.

    Tapi keren juga ya, kelas ekonomi udah dapet tempat tidur + sarapan. Padahal cuma dari Semarang ke Karimun Jawa.

    Gas ketinggalan santai bro. Lebih ngeri klo sempak yg ketinggalan, hahaha. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyo neg senin iso lgsung bali, lha nek seminggu mneh? :(

      Hapus
  17. Ah jadi kangen karimun, kangen terombang ambil di atas kapal trus masuk angin
    temen ku pernah terkurung di karimun 8 hari karena ombak besar

    BalasHapus
    Balasan
    1. naaah kan, 8 hari????
      alamak bakal nggembel disana Om -_-

      Hapus
  18. Itu kapal kayak titanic aja...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha huum mas< asal jangan nubruk gunung es aja sih XD

      Hapus
  19. Wah bagus banget Mas kalau sudah ada kapal langsung dari Semarang, selain menghemat biaya transportasi juga estafetnya nggak terlalu banyak karena dengan satu moda bisa langsung ke Karimunjawa. Mudah-mudahan dengan perkembangan ini wisatawan yang berkunjung bisa makin meningkat, ya.
    Saya suka lho naik kapal... Bali ke Lombok biasanya juga naik kapal, memang agak mabuk kalau terombang-ambing tapi pemandangan fajar dan senja biasanya seru banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, kalo dihitung-hitung hemat juga lho, MAs. Apalagi pas buat Qiuck escape weekend :D

      Hapus
  20. Awww,, jadi rindu naik kapal lagi.
    Sejak kecil(8tahun), aku biasa naik Sinabung jurusan Medan-Jakarta, 3D3N. Semenjak tiket pesawat murah, jadi lupa sama kapal.

    Semoga tiket pesawat mahal lagi. #llhohhhh :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwk.. meskipun agak membosankan karna yg dilihat cuma laut dan laut, tapi pengalaman pertama (khususnya jarak jauh)lumayan seru lah :D

      Hapus
  21. Mas bikin itinerary nggak kemaren? Mau dong

    BalasHapus
    Balasan
    1. Endak ghe, tp kalo mau tanya2 lewat WA aja

      Hapus
  22. entah kenapa aku selalu deg2an kalau naik kapal, mungkin karena belum terbiasa :)

    BalasHapus
  23. Aku malah udah lama ngak pernah naik kapan... pengen banget naik kapal besar...
    sedikit ngeri juga sih takut tenggelam...

    BalasHapus
  24. Wah, penasaran Ama pelabuhan Tanjung Mas. Sampai di dermaga mesti ganti perahu yaa, agak ribet juga.

    BalasHapus
  25. Mau nanya-nanya klo kelas 1a kelimut gimana ya,blm pernah naik soalnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Jelajah Kampung Kauman Semarang