Postingan

KRI Dewaruci dan Cerita Semasa Kecil

Gambar
Beberapa saat sebelum badai menerjang. Hampir 3 jam berlalu sejak KM Kelimutu yang membawa kami bertolak dari perairan Karimun Jawa. Itu berarti kapal sudah menempuh hampir setengah perjalanan menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Namun tak ada tanda-tanda gelombang akan mereda, meski hujan sudah benar-benar reda. Sempat terbersit sedikit kekhawatiran di benak saya, pun saya pikir Mas Icang juga merasakan hal yang sama. Bagaimana tidak, belum apa-apa mendung pekat sudah terlihat menggulung dari arah selatan. Ketika kami baru tiba di dermaga Pelabuhan Karimun Jawa, untuk menunggu kapal kecil yang akan membawa kami berpindah ke KM Kelimutu. Arah selatan jugalah yang akan dituju oleh KM Kelimutu untuk mengantarkan kami menuju Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Baca juga: Melihat Karimun Jawa dari Sisi Lain. KM Kelimutu terlihat di kejauhan. Bokong KM Kelimutu. Benar saja, ketika semua penumpang telah selesai naik ke kapal, hujan disertai angin kencang langsung me...

Melihat Karimunjawa dari Sisi Lain

Gambar
Sepeda motor yang kami tumpangi terus melaju di atas jalan aspal yang bisa dikatakan mulus ini. Berbeda sama sekali dengan apa yang dikatakan Mas-mas pemilik sepeda motor yang kami sewa tadi. Bahwa kondisi jalan penghubung antar desa di Karimun Jawa ini banyak yang rusak, sehingga untuk menuju Desa Kemujan diperlukan waktu sekitar satu jam. Sangat jauh dari bayangan kami, yang mengira hanya perlu 15-30 menit berkendara. Baca juga: Besekutu dengan KM Kelimutu Tapi ternyata benar, setelah meninggalkan Desa Karimun, jalanan yang berkontur naik turun bukit tersebut mulai banyak yang berlubang hingga berbatu. Seiring dengan rumah-rumah warga yang mulai jarang. Jika adapun, hanya dipinggir-pinggir jalan, tak ada gang-gang ataupun perkampungan pada umumnya. Hal itu membuat Mas Icang yang bertugas mengendarai sepeda motor harus lebih berhati-hati lagi. Di beberapa titik kami juga sering menemui pekerja yang sedang sibuk memperbaiki jalan rusak tersebut. Sesekali kami menyap...

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Gambar
" Kapale aman tenan to?" Entah sudah berapa kali kegelisahan itu dilontarkan oleh Mas Icang . Dan entah berapa kali juga saya yakinkan dengan jawaban yang sama. " Wes , tenangno pikirmu .. Kapale gede kok , aman.. " Ya, ditengah cuaca yang semakin tidak menentu akhir-akhir ini, saya tetap memantapkan diri dengan rencana yang sudah saya buat sebulan sebelumnya. Meskipun tetap saja kekhawatiran itu tidak sepenuhnya bisa diabaikan begitu saja . Bukannya saya mau meremehkan alam. Namun dengan tiket KM Kelimutu di tangan, setidaknya memberikan sedikit jaminan bahwa kapal tidak akan mengalami penundaan jadwal jika cuaca memburuk. Maklum kami adalah pekerja Senin-Jum'at. Dan saya sudah sering mendengar cerita, bahwa banyak wisatawan yang terjebak di Karimun Jawa hingga berminggu-minggu karena gelombang laut Jawa sedang tinggi. Jika tak bisa pulang, bisa-bisa kami jadi pengangguran sekembalinya dari Karimun Jawa! KM Kel...

Sikunir Ramai: Merayakan September, Merayakan Hidup

Gambar
I met you in the city of the fall One September night We sat down on the table near the wall Where conversation flows   Adhitia Sofyan - September Entah kenapa September tahun ini tiba begitu cepat. Padahal saya masih ingin merayakan hujan di bulan Januari, berpura-pura tidak tahu ketika Maret tak terasa telah berganti April begitu saja. Atau pun menyambut angin di bulan Agustus, yang seakan tahu tugasnya tiba untuk membuat sang dwi warna berkibar di puncak tiang tertinggi. Harum September kali ini mungkin sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Hampir setiap hari aroma tanah basah mampir di indera penciuman. Bahkan tak jarang bau busuk yang tercium, karena sampah yang berhari-hari menumpuk tersiram hujan deras. Sesekali juga, genangan-genangan sisa hujan semalam muncul di sisi jalanan Semarang. Beruntung, tak sampai banjir besar. *** Hampir gelap, ketika hujan deras yang mengguyur akhirnya menghadang perjalanan kami di daerah Krasak , Wonosob...