Kudus, Museum dan Sejarah yang Menyertainya

kudus kota kretek
Kudus Kota Kretek. Foto oleh: Risang Parikesit.
Dua ribu tujuh belas tanpa terasa sudah berjalan beberapa pekan. Selama itu pula saya sedikit menahan diri untuk sekedar berpergian ataupun jalan-jalan ketika akhir pekan. Kebanyakan orang pun mungkin sama, cenderung malas untuk berpergian di bulan Januari. Karena memang di bulan tersebut, musim penghujan sedang memasuki masa puncaknya.

Suatu pagi di bulan Januari yang sudah memasuki hitungan akhir. Sebuah sepeda motor berjalan pelan di antara kendaraan-kendaraan lain yang melaju kesetanan di jalur pantura Semarang-Demak. Dua orang penumpangnya masih tetap santai meski berkali-kali disalip oleh motor butut sekalipun, atau truk enam roda yang berjalan merayap karena kelebihan muatan.

Bukannya tak mampu melaju lebih cepat, Mas Icang yang mengendarai motor tersebut harus selalu sigap mengantisipasi setiap lubang yang menganga di sepanjang jalan yang kami lalui. Maklumlah, musim hujan tak hanya berdampak pada sepatumu yang harus basah terkena cipratan air hujan. Namun jalan aspal pun akan mengelupas tergerus oleh air, sehingga meninggalkan lubang-lubang yang akan mengintai setiap roda-roda kendaraan yang melintas.
menara kudus
Menara Kudus.
Tak sampai satu setengah jam kemudian, motor yang kami tumpangi memasuki Kota Kudus. Sebuah nama daerah yang berjarak kurang lebih 50 kilometer di timur Kota Semarang yang menarik perhatian saya sejak lama. Sebuah Kabupaten yang cukup sering saya lewati, namun  belum pernah sekalipun melihat wajah Kudus lebih dekat.

Tak salah memang jika Kudus dijuluki sebagai Kota Santri, mengingat sejarah perkembangan agama Islam ada abad pertengahan yang berpusat disini. Lihat saja, ada tiga dari sembilan wali yang  menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dimakamkan di kota ini. Antara lain Sunan Kudus, Sunan Muria serta Sunan Kedu.

Ngomong-ngomong, saya agak ragu menyebut Kudus sebagai Kota atau sebuah Kabupaten. Secara resmi, Kudus memang berstatus Kabupaten. Namun yang agak unik adalah wilayah Kudus terbagi hanya dalam sembilan Kecamatan, dimana jumlah tersebut adalah yang terkecil di antara kabupaten-kabupaten lain di Jawa Tengah. Dan mungkin seharusnya lebih cocok disebut sebagai kota, bukan sebagai sebuah kabupaten.
museum kretek
Museum Kretek.
Kudus juga dikenal dengan sebutan Kota Kretek, karena daerah ini merupakan salah satu pusat penghasil rokok (kretek) di Jawa Tengah. Sejarah kretek di Kudus pun cukup panjang. Bermula dari kisah sosok H. Jamhari yang memiliki asma. Berbagai metode pengobatan telah ia jalani, namun penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh. Hingga pada akhirnya ia mencoba meracik campuran tembakau dengan cengkeh, lalu dibungkus dengan daun jagung kering dan kemudian dibakar sebelum dihisap.

Proses pembakaran tersebut menimbulkan bunyi ‘kretek-kretek’. Bunyi itulah yang menjadi awal nama kretek untuk menyebut metode pengobatan tersebut. Tak dinyana, pengobatan yang dilakukan H. Jamhari secara berulang-ulang tersebut, dampaknya mulai dirasakan, dan penyakit asma yang dideritanya mulai reda. Sejak saat itu tonggak sejarah kretek dimulai hingga tersebar ke seluruh pelosok tanah air.

Sebuah museum dibangun di Kudus untuk mengenang kontribusi rokok kretek dalam menggerakkan perekonomian daerah, atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Museum yang terletak di Jl. Getas Pejaten Kudus ini, menyimpan berbagai koleksi dokumentasi perkembangan kretek di Kudus maupun di Indonesia pada umumnya. Diantaranya adalah kiprah para tokoh pendiri pabrik rokok kretek di Kudus.
Nitisemito
Ruang Nitisemito.
Salah satunya adalah Nitisemito, salah seorang pelopor bisnis rokok kretek di Kudus yang cukup sukses di masanya, yang memakai merk Tjap Tiga Bal. Puncak kejayaannya diraih mulai awal 1900-an, saat ia mendirikan pabrik rokok di Desa Jati seluas 6 hektare untuk meningkatkan kapasitas produksi. Serta mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan.
Tokoh pengusaha kretek
Para tokoh pengusaha rokok kretek di Kudus.
peralatan tradisional pembuatan kretek
Berbagai peralatan tradisional.
Selain itu, terdapat berbagai koleksi lainnya seperti foto para pendiri perusahaan rokok di Kudus, beberapa peratalan tradisional pembuatan rokok. Ada pula berbagai jenis tembakau, macam-macam bungkus kemasan rokok, hingga barang-barang yang digunakan sebagai media promosi rokok. Namun yang agak disayangkan adalah tata letak berbagai koleksi museum tersebut belum memilik alur yang jelas bagi pengunjung.
kemasan rokok kuno
Kemasan bungkus rokok.
diorama museum kretek
Diorama suasana di dalam pabrik rokok kretek.
Di luar bangunan museum itu sendiri sebenarnya sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung lainnya. Seperti taman bermain anak-anak dan sebuah waterpark berskala kecil. Hal itu rupanya yang membuat saya sedikit keheranan pengunjung museum hari itu cukup sepi, padahal tadi area parkir lumayan penuh kendaraan roda dua. Sepertinya pengunjung lebih banyak yang memilih untuk bermain air, daripada belajar sejarah.
Museum Kretek

***

Mendung yang terus menggantung di langit Kudus tak mengurangi semangat kami untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Sepeda motor kami arahkan ke timur Kota Kudus, masih menyusuri jalur pantura Jawa Tengah. Jalur ini sebenarnya pernah saya lewati beberapa waktu yang lalu, ketika mengunjungi Lasem. Namun bukan Lasem yang kami tuju kali ini.

Alkisah pada 400.000 tahun yang lalu terjadi letusan Gunung Muria yang cukup hebat. Letusan tersebut menyebabkan makhluk hidup terkubur oleh material vulkanik. Dan memicu kepunahan beberapa spesies yang hidup di sekitarnya. Hingga pada suatu saat, fosil demi fosil mulai ditemukan di perbukitan Patiayam yang masih bagian dari pegunungan Muria.
gading gajar purba
Fosil gading dan tulang belulang gajah purba.
Fosil-fosil tersebut awalnya disimpan di rumah-rumah penduduk, sebelum di tempatkan di sebuah bangunan museum yang kini dinamakan Situs Patiayam. Berada Di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, museum ini bisa ditempuh setengah jam dari Kota Kudus, melalui jalan raya pantura yang menghubungkan Kudus dengan Pati. Museumnya sendiri terletak sekitar 500 meter dari jalan raya pantura.

Situs yang mencakup kawasan seluas 2900 hektare ini, disebut-sebut sebagai salah satu situs terlengkap. Salah satunya alasannya adalah penemuan kerangka gajah purba Stegodon Trigonochepalus dalam kondisi cukup lengkap. Hal ini diperkirakan karena pengaruh dari penimbunan material vulkanik yang menyebabkan pembentukan fosil berlangsung baik.
replika gajah purba
Replika gajah purba.
Selain itu, daerah di sekitar penemuan fosil tersebut memang tidak terdapat sungai besar, sehingga meminimalisir terjadinya erosi yang dapat menghanyutkan atau memindahkan fosil ke tempat lain. Hal tersebut juga yang membedakan Situs Patiayam dengan situs-situs lainnya yang umumnya ditemukan di daerah endapan sungai.

Banyak fosil-fosil hewan lainnya yang juga ditemukan, misalnya fosil kerbau purba, rusa, hingga harimau. Dan yang agak mengejutkan disini adalah temuan fosil fauna-fauna laut seperti penyu, kerang-kerangan hingga buaya. Hal ini cukup membuktikan bahwa daerah di sekitar penemuan pernah menjadi bagian dari dasar lautan.
fosil
Beberapa koleksi lainnya.
Bahkan, ditemukan juga fosil manusia purba Homo Erectus. Serta alat-alat yang mendukung kegiatan manusia purba pada masa itu seperti misalnya kapak genggam. Kesemuanya memang ditemukan pada lapisan tanah yang berbeda-beda. Hal ini pula yang membuat Situs Patiayam menjadi salah satu situs terlengkap.
replika homo erectus
Replika manusia purba.
Dari total 1.300an fosil yang ditemukan, memang tak semuanya bisa terpajang di museum yang menempati bangunan yang bisa dikatakan cukup kecil itu. Namun bukan tidak mungkin jika nantinya Situs Patiayam akan dikembangkan lagi menjadi situs purbakala yang besar. Mengingat masih ada potensi banyak fosil yang akan ditemukan lagi seiring dengan penelitian dan penggalian yang terus dilakukan.

Jadi, kapan kamu terakhir kali ke museum?

Komentar

  1. Pertamax gan haha. Coba kapan-kapan gantian main ke Sangiran Jo. Di sana juga lumayan komplit hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iya mas, belum kesampaian kesanaa :3

      Hapus
  2. Terakhir ke museum pas sama dia. Eh bukan. Hmm udah kapan itu sih. Udah lama 😂
    Kudus ini terkenal, ternyata kecil ya. Dan menara itu, yang bikin keinget pelajaran SD hehe.
    Btw, aku baca ini jadi inget kayak di House of Sampoerna. Di sana, juga museum (swasta) punyanya liem seng tee (kalau aku nggak salah tulis) yang juga tetang rokok.
    Tetapi kalau ini museum milik pemerintah ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. HOS udh pernah, entah kapan nanti aku tulis. kalo museum ini dikelola oleh pemerintah

      Hapus
  3. Wah ini kayak House Of sampoerna kalo di sby mas.

    Aku sampe saat ini penasaran ama isi museum kretek pengen kesana.

    btw klo ksini harus pake KTP ga mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga usah pake KTP, tp pake duit :3
      tapi lebih menarik HOS sih, tempatnya bagus juga

      Hapus
  4. Aku sering ke museum loh, hahahhahahha.
    Wah ngedate sama mas Icang kakakakkakaka.
    Ntar kalau kluyuran ke desa Wisata aku diajak ya buahahhah

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekitaran solo-jogja yuk mas, pengen ngulik daerah sana

      Hapus
  5. saya pernah tuh wisata religi ke sunan kudus.... tapi yg lainnya itu belum hehe

    BalasHapus
  6. agak ironis ya mas. dulu rokok ditemukan sebagai obat untuk meningkatkan kesehatan. eh sekarang malah rokok itu dipersalahkan sebagai perusak kesehatan dan mulai dibatasi peredarannya, sesuatu yang jadi pisau bermata dua. bingung juga jadinya, apakah kita sudah kebablasan menggunakan rokok? sebab rokok bisa menyehatkan jika dosisnya tepat kan?
    museum situs patiayam ini pasti saya lihat tengaranya kalau lewat jalur pantura. selama itu pula saya selalu memendam keinginan untuk masuk. mudah-mudahan saya segera bisa singgah ke sana mas, hehe amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin, mas. semoga segera kesana. betul mas, rokok kalau dilarang juga bakal mematikan petani tembakau dan industri yg menyerap banyak tenaga kerja.

      Hapus
  7. Saya malah berkali-kali ke Kudus belum pernah niatan mampir ke lokasi yang bersifat bangunan sejarah, hehehe sukanya ya itu ke tempat-tempat blasuk yang gak nemun sinyal buat update IG. ahwhawa

    Mungkin lain kali wajib nih, belajar sejarah di Kudus. Biar saya bisa ngomong "Jas merah".

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe sesekali get lost dari sinyal itu menenangkan hati mas wkwkwk :3

      Hapus
  8. kudus ini bersih ya jo

    BalasHapus
    Balasan
    1. kotanya bersih mbak win, lupa mau ambil foto jalannya
      bisa jadi referensi kota kecil buat hari tua :3

      Hapus
  9. Kalau denger kudus aku kepikiran tentang jenang kemudian soto :p
    *makanan terus pikirannya* wkwk

    Beberapa kali ke museum tapi wes suiii mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. yeees, sotonya jangan kelupaan. kalo jenang agak gak doyan sih wkwk

      Hapus
  10. Waaah... Museum Kretek, kirain isinya rokok-rokok gitu. Hehe

    BalasHapus
  11. Kesan pertama ke Kudus itu panas hehehe, belum kesana lagi sejak ziarah beberapa tahun yang lalu.. sekarang punya landmark keren toh

    BalasHapus
    Balasan
    1. kebetulan kemaren mendung mas, jd agak adem hehehe. iya landmarknya daun tembakau wkwkwk

      Hapus
  12. Aku durung pernah nng Kudus malah mas :-/
    ngebet banget pengen wisata religi ke Masjid dan menaranya belum kesampaian. Hehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mas, setiap libur pasti rame buat ziarah

      Hapus
  13. Ah aku bulan november 2016 yg lalu tidak sempat berkeliling kota Jaaa Timur. Padahal Kudus sudah masuk list setelah pulang dari Madura. Mungkin dsuruh balik lagi

    BalasHapus
  14. aku baru nyampe Demak aja, pengen deh suatu saat lanjut ke Kudus, Jepara sampai Lasem ya..
    terakhir ke Museum, bulan November dan belum ditulis di blog ha.. ha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. susur pantura jateng mbak hehehe. buruan ditulis nanti tak baca :D

      Hapus
  15. sama mas musim hujan bawaannya mang paling pas mager
    oiya aku jadi tau nih kretek itu asal muasalnya malah dari bunyi gitu toh wakakkak, nambah pengetahuan baru #bungkus
    wadah rokok jadulnya keliatan tebel tuh ketimbang bungkus rokok sekarang
    btw skripsiku dulu malah ngebahas rokok kretek ama rokok putih tau mas hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kah? wah skripsimu berarti ada hubungannya dengan museum ini

      Hapus
  16. benda benda sejarahnya unik banget ya mas

    BalasHapus
  17. Kretek obat asma??? Baru denger. Tarif brp ms? Wah kapan2 kalau ke kudus bisa jadi pertimbangan nih

    BalasHapus
  18. baru tahu sejarahnya kenapa rokoknya dinamakan kretek kretek mas..

    jadi penasaran sama kudus

    BalasHapus
  19. wah jadi ingin sekali ke kudus nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, kalo ke lasem mampir aja di kudus

      Hapus
  20. banyak hal menarik yang bisa ditemukan di museum ya :)
    btw, baru tau kalau rokok bisa menyembuhkan asma..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya dulu sih, kalo sekarang mah nyari penyakit :3

      Hapus
  21. Sudah lama saya tidak berkunjung ke museum mas, terakhir di ullen sentalu Kaliurang. Kalo ke Kudus mungkin terlalu jauh, rencana mau ke sangiran dan museum dayu masih tetap menjadi rencana dan belum terealisasikan hehehe....
    maen ke Klaten mas,disini juga ada museum gula Gondangwinangun :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ajakin aku ke ullen sentalu mas, masih penasaran saya.

      Hapus
  22. Adikku pasti seneng banget nih kalau diajak ke Museum Kretek, soalnya dulu dia pengoleksi bungkus rokok.

    BalasHapus
  23. Kudus mah selalu identik dengan yang namanya: ROKOK

    BalasHapus
  24. Wah ternyata asik juga itu kota kretek. Gak hanya wisata religi nyaa, ternyata malah museumnya juga unik, jadi pingin lebih tahu sejarah kretek nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya betul gan, kalo ziarah ke makam wali, bs mampir ke museum kretek ini :D

      Hapus
  25. ajak aku kesini dong kakakkkkk

    BalasHapus
  26. Saya pribadi harus berterimakasih kepada Kudus karena industri kreteknya bisa memberi sumbangsih dalam bentuk sponsorship pendidikan, olahraga, atau bidang kemanusiaan lain. Tapi sotonya Kudus tetap yang juara, sih =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah iya lupa ampi buat nyincip soto kudud -__-

      Hapus
  27. ban motor ku alus :D .. hikss...

    BalasHapus
  28. mungkin suasana museum yg kurang menarik buat anak-anak jadi salah satu alasan kenapa mereka lebih memilih bermain di luar daripada berkunjung ke museum :)

    baru tau kalau di kudus juga ditemukan fosil makhluk-makhluk purba

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada mas, tapi memang belum seterkenal situs sangiran

      Hapus
  29. dulu sering lewat kudus, tapi jarang mampir. Pastinya kulineran disana juga enak.
    kalo ke museum masih sering kok :D

    BalasHapus
  30. Teman saya yang asli Kudus pernah bilang, meskipun Kudus kecil, tapi kaya karena rokok hahaha. Saya belum pernah main ke museumnya sih, seringnya ke Makam sunan Kudus hahaha.

    BalasHapus
  31. pingin bisa berkunjung ke kudus

    BalasHapus
  32. Sama saya juga begitu mas, pernah ke Kudus tapi hanya lewat saja. Selalu berpikir bahwa kota ini isinya hanya pabrik rokok dan kumpulan truk-truk besar. Ternyata ada museum purbakala juga ya, mirip dengan yang di Sangiran, koleksinya juga tidak sedikit.
    Salam kenal Mas Johan :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang