Pada Suatu Sore yang Biasa

Ada Pelangi di sore itu.
Sore itu kami akhirnya tiba juga di Alun-alun Tulungagung. Atau lebih tepatnya Taman Aloon-aloon Kota Tulungagung. Setelah bersusah payah selama hampir satu jam. Berputar-putar, beberapa kali bertanya pada orang yang kami temui di jalan, dan akhirnya hampir nyasar. Padahal itupun kami sudah menggunakan aplikasi google maps sebelum ponsel saya mati karena kehabisan battery.

"Gimana nih?"

"Sek bentar, belum ada balesan.." Sahut Nita
Menara Patung Garuda
Sesuai dengan itinerary yang telah kami buat, seharusnya sore itu juga kami akan nanjak gunung Budheg. Namun dua orang teman kami yang sebelumnya setuju untuk bergabung mendadak batal. Padahal salah satunya adalah teman yang kami andalkan karena mengenal betul medan gunung Budheg meski ketinggiannya memang tak seberapa.

Lagipula tak satupun dari kami berdua yang membawa tenda. Padahal kami berniat untuk camping di beberapa tempat. Dan satu-satunya tenda pinjaman yang kami andalkan, masih ada di Mas Danang, teman yang mendadak batal ikut tadi!
Burung merpati yang berkeliaran bebas.
"Udah di rumah nih orangnya, trus gimana?"

"Ya wes yuk cuss ngambil tenda, selak sore.."

"Sekalian numpang mandi ya hehehe.." Nita nyeletuk sambil nyengir manis. *hoeeek* :p
Nampaknya dia mulai lelah :p
Akhirnya sampai juga: Air terjun Dholo.
Sore itu kami juga dilanda keraguan. Apakah  melanjutkan perjalanan sesuai dengan itinenary kami, yaitu naik gunung Budheg atau tidak. Pasalnya, kaki saya sendiri maupun Nita sama-sama sudah pegal disana-sini. Hasil dari mengunjungi air terjun Dholo di Kediri sehari sebelumnya. Padahal niat kami hanya sebagai pemanasan kaki sebelum nanjak ke gunung Budheg. Tapi kenyataan memang tak selalu sama dengan ekspektasi. Untuk menuju air terjun ternyata harus menuruni ribuan anak tangga. Dan yang lebih melelahkan lagi ya sekembalinya dari air terjun!
Monumen Simpang Lima Gumul.

Waduk Wonorejo
Alhasil terdamparlah kami sore itu di Taman Aloon-aloon Kota Tulungagung. Setelah tadi pagi bertolak dari Kediri, lalu sempat berbelok ke Waduk Wonorejo yang ternyata lumayan jauh dari kota. Dan akhirnya kami memilih singgah sebentar di Taman Aloon-aloon. Sekedar mencari tempat berteduh dari panas matahari. Di tambah lagi kami memang tak ada tujuan lain lagi selama berada di Tulungagung ini.


***

Dua cangkir kopi telah tersaji di meja ruang tamu rumah Mas Danang, ketika saya selesai mandi. Nita rupanya sedang terlibat obrolan serius dengan Mas Danang beserta istrinya.

"Arah ke Blitar, tinggal metu dalan gede deket jembatan ngarep iku to. Trus lurus o ae.." Ujar Mas Danang.

Ya, akhirnya kami jadi mampir ke rumah Mas Danang untuk mengambil tenda. Dan sekalian numpang mandi :p Karena acara nanjak ke gunung Budheg resmi dibatalkan, kami berniat untuk langsung melanjutkan ke kota tujuan selanjutnya yaitu Blitar. Tapi jika berangkat sore itu juga, bisa dipastikan kami akan kemalaman setibanya di Blitar. Sementara kami sendiri pun tidak tahu kemana harus menginap di Blitar.

"Atau nenda wae tah di Pantai Sine deket e Sanggar iku lho. Paling cuman sejam perjalanan teko kene"
Ide bagus!

Di tengah keraguan yang melanda, akhirnya kami meminta saran Mas Danang dimana kami bisa menginap malam ini. Karena untuk lanjut ke Blitar sudah kami coret, dan opsi mencari penginapan di sekitaran Tulungagung tambah tidak mungkin lagi karena keterbatasan dana. Sepertinya camp di pantai adalah ide yang paling masuk akal.

***

Senja di ufuk barat menemani perjalanan kami ketika meninggalkan kota Tulungagung menuju Kalidawir, sebuah kecamatan di selatan kota Tulungagung tempat Pantai Sine berada. Di kejauhan sebuah siluet bukit turut melengkapi senja yang sungguh menawan. Sayang, saya tak sempat memotretnya.

"Iku paling gunung Budheg ya Nit?" Celetuk saya

"Ndak tahu. Iya paling Mas..."

"Sayang ya, dewe gak sido nanjak. Lumayan kan entuk sunset apik.."

Kami akhirnya tiba dengan selamat di Pantai Sine ketika hari sudah benar-benar gelap. Tak kurang suatu apapun. Dan yang paling penting kami tak ada acara nyasar lagi. Mengingat kami benar-benar buta daerah Kalidawir ini. Dan memang Pantai Sine tak ada dalam itinerary yang kami sepakati. Beruntung, petunjuk jalan  menuju pantai sangat jelas sehingga memudahkan perjalanan kami.

Pada akhirnya saya belajar, bahwa kehendak memang tak selalu bisa dipaksakan. Bahwa perjalanan yang telah direncanakan matang-matang toh akhirnya akan berubah lagi, sesuai situasi dan kondisi di lapangan. Lagipula kami sebenarnya sudah menduganya, itinerary kami akan meleset. Dan memang benar terjadi. Tapi saya maupun Nita tak menyangka kami akan berbelok ke pantai di selatan Tulungagung. Karena sesuai rencana awal, kami baru akan camping di pantai selatan Malang pada malam tahun baru.

Namun kami tak menyesal berbelok jauh ke selatan Tulungagung. Malah sebaliknya, kami seharusnya bersyukur. Karena keesokan harinya kami mendapatkan ini:
Menyambut sunrise.
Keceriaan pagi.
Menyapa jingga.
Sunrise dari depan tenda.


Komentar

  1. :D salah satu alun2 favoritku.. berubah drastis pas dtg 2014 lalu

    BalasHapus
  2. Kalo sama alun2 batu kak :3

    BalasHapus
  3. Perjalanan berliku dan akhirnya bisa lihat air terjun dan sorenya menikmati sunrise :)

    BalasHapus
  4. selalu kalau ke air terjun harus punya kekuatan fisik krn jalannya tapi bisa lihat warna langit yang berubah itu sesuatu

    BalasHapus
  5. mba ginuk, ginuk2 sekali... *gagalfokus*

    eh sunrise e apik jum :)

    BalasHapus
  6. wahh saya pernah ke sini nih, ke alon-alon tulungagung. disana ada monumen tugu yang menjadi simbol kota tulungagung. dan di alun-alun ini terdapat burung-burung merpati yang jumlahnya engga sedikit, bahkan engga bisa di hitung. suasan disana juga nyaman.. jauh dari keramaian kota.
    ulasan mengenai kota tulungagung yang menarik dan kreatif....

    sukses.. salam blogger..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir :)

      Iya, saya jg suka dg burung-burung merpati yg berkeliaran bebas

      Hapus
  7. cakep banget sunrisenya... uuuh..I wanna go there!

    BalasHapus
  8. SELAK SORE ...

    bahasa itu selalu kurindu, inget nyokap kalo nyuruh mandi sore

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang