Di Jogjakarta, Kami Bertemu

Monumen Peringatan Serangan Umum 1 Maret
Waktu itu saya masih memendam kekecewaan yang mendalam halah bahasa lu nyet gegara gagal ngetrip. Iya, saya kena PHP travelmate saya. Ternyata nggak cuma gebetan ya yang bisa PHP-in orang, travelmate pun bisa PHP juga -_- Tujuan trip kami adalah jelajah Jember dan Baluran. Plan sudah terencana matang bahkan kami sudah mendapatkan tumpangan menginap selama di Jember nantinya. Namun H-3 menjelang keberangkatan, dia mendadak hilang kontak, lenyap bak ditelan bumi. Kan kampret?? Kabarnya dia mau manjat Merbabu sebelum kami ke Jember. Pikiran saya mulai macam-macam tapi dalam batin saya berdoa semoga dia tidak kenapa-kenapa. Untung saja belum pesen tiket. Hufftt.. terpaksa saya harus merelakan gagal menginjakkan kaki di tanah Jawa Timur.

Lalu sebuah ajakan muncul via chat Whatsapp:

Mas, temenin jalan yok?

Jalan disini bukan dalam arti ngedate alias kencan lho ya, tapi ngetrip :)) Sebut saja Anind, eh emang namanya Anind ding :D seorang arek Jember yang saya kenal lewat grup Whatsapp, tapi belum pernah sekalipun ketemu. Nah dia ini juga yang tadinya mau bantuin (baca: kasihan) selama saya trip ke Jember. Yang kemudian gagal total hiks. Manusia memang boleh berencana, namun Tuhan lah yang menentukan. Ehm kalo boleh nambahin sih ya dompet juga ikut-ikutan menentukan kesuksesan suatu trip. Yaelah Ya gak? Ya gak?

Boleh, hayuuk mau kemana?

Setelah melalui musyawarah dan perdebatan yang panjang dan tentunya melelahkan. Lebay ah lu nyet! Akhirnya tercapai kata sepakat.

Dataran tinggi Dieng.

Itulah tempat yang akan kami jelajahi. Dengan pertimbangan kami berdua memang belum pernah ke Dieng dan kebetulan juga saya baru aja gagal trip kesana bulan lalu lagi-lagi gegara kena PHP temen jalan :( cakiidh tauuk di PHP-in mulu. Cakiidhnya tuh dicini *nunjuk pantat.

Sebut saja Anind :D
Dieng itu mana mas?
Trus nanti kita ketemu dimana?

*Glek*

Ehm...




Anu..




Sshh..

Saya mulai bingung...
Lalu tiba-tiba sebuah ide muncul di benak saya.



Jogja!
Iya, kita ketemu di Jogja

Hah?

Kenapa saya pilih Jogja? Karena dari Jember nanti Anind akan naik kereta Logawa jam 5 pagi dengan tujuan akhir Purwokerto. Tapi menurut saya kejauhan kalo harus turun di Purwokerto dan kemaleman untuk langsung melanjutkan perjalanan ke Dieng. Mending turun Jogja, nginep semalem lalu baru jalan ke Dieng keesokan harinya. Saya juga gak keberatan untuk menjemputnya di Jogja, karena jarak Semarang-Jogja tidak terlalu jauh hanya sekitar 4-5 perjalanan. Ya itung-itung nostalgia kali yah.

Jogjakarta, sebuah kota yang mungkin bagi beberapa orang memiliki banyak kenangan di dalamnya. Entah itu yang pernah belajar, kuliah, kerja atau sekedar plesir ke kota ini. Entah itu yang pernah jatuh cinta, jadian atau bahkan putus lah malah curhat. Jogja yang masih sama, masih dengan keramahannya walaupun keasliannya perlahan hilang di tengah gedung-gedung bertingkat yang dibangun seenak udelnya sendiri.

Rabu, 29 Oktober 2014

Siang menjelang sore di Stasiun Lempuyangan, dengan segala hiruk-pikuknya. Saya melirik jam di HP, masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum kereta Logawa tiba.
HP saya bergetar, pertanda sebuah pesan masuk



Mas udah sampe mana?

Ini udah standby di Lempuyangan
Bentar lagi sampe kan?
Jangan ketiduran loh

Lalu saya melipir ke arah barat Stasiun, di dekat toilet dan Mushala Stasiun, yang masih menyisakan bangku kosong karena bangku-bangku di ruang tunggu utama sudahh penuh sesak oleh para calon penumpang. Saya duduk disitu. Selang beberapa menit, saya merasa ada suatu keanehan disini ketika seorang bapak-bapak bertanya pada saya.

"Mas, boleh pinjem koreknya?"

"Ee.. maaf pak, saya nggak punya" Jawab saya sambil nyengir kuda.

Tunggu. Kalau tidak salah ada larangan tidak boleh merokok di area Stasiun. Kok bapak ini? Saya clingak-clinguk, Mas-mas yang duduk di bangku depan saya sedang asik merokok. Terus Bapak-bapak dengan peci hitam juga. Lho kok? Saya lalu mengedarkan pandangan, dan menemukan tulisan cukup besar di tembok belakang bangku yang saya duduki.

SMOKING AREA

What the &%$@#$%#?$

Jika sedang berada di Stasiun, entah kenapa imajinasi saya selalu membayangkan berada dalam sebuah scene film. Dengan adengan lari-larian mengejar kereta ala ala Rahul yang melepas kepergian Anjali. Ah mungkin saya terlalu banyak nonton film-film India hahaha :D

"Perhatian dari arah timur segera masuk di jalur 1 kereta api Logawa..."

Tak lama kemudian, bunyi klakson lokomotif terdengar, pertanda sebuah kereta akan memasuki stasiun, melambatkan lajunya kemudian berhenti untuk singgah sebentar menaik-turunkan penumpang. Sebelumnya saya tidak tahu sama sekali Anind berada di gerbong berapa, dia pun juga tidak memberi tahu saya. Saya masih ingat dengan jelas, saat itu gerbong nomor 7 berhenti tepat didepan tempat saya duduk tadi. Pintu terbuka, beberapa orang nampak berdesakan keluar dari gerbong tersebut. Sampai pandangan saya terpaku pada satu orang. Seorang perempuan dengan jilbab warna merah dan menggendong ransel orange. Saya merasa tak asing dengan sosoknya. Lalu saya sadar itu memang Anind ketika saya melihatnya sudah ngeloyor keluar Stasiun.

Mas dimana?

Saya tak langsung membalasnya, sibuk mengejarnya di tengah kerumunan orang.

Anind dimana?Pake baju apa?

Saya bertanya untuk memastikannya.

Anind udah di depan loket, pake jilbab merah

Saya cuma tersenyum membacanya. Itu memang dia batin saya. Ah nampaknya Stasiun Lempuyangan ingin memberi kesan manis pada saya sore itu :))

"Kita abis ini mau kemana, mas?"

"Langsung ke penginapan aja, istirahat dulu. Capek kan 10 jam lebih duduk di kereta? Besok pagi baru jalan ke Dieng. Jalan kaki ya, deket kok ini" Saya jelaskan panjang lebar.

Kami bergegas menuju penginapan di daerah Sosrokusuman, dengan jalan kaki. Sebenarnya jarak dari Stasiun Lempuyangan ke Sosrokusuman lumayan jauh, tapi tawaran tukang becak dan tukang ojek tetap saya tolak mentah-mentah. Hahaha.

"Bener mas jalannya lewat sini? Masih jauh gak?"

Hmm cukup bawel juga anak ini batin saya.



Sekitar 15 menit jalan kaki, akhirnya kami sampai. Saya mengetuk pintu depan.

"Kula nuwun?"

"Monggo... Oh Masnya" Jawab si Ibu, lalu tersenyum.

Namanya Bu Fatimah, sang pemilik penginapan yang sudah menjadi langganan saya menginap di Jogja. Penginapan sederhana ini sebenarnya hanya rumah biasa yang di sekat-sekat menjadi beberapa kamar. Rumah tradisional yang katanya masih di jaga keasliannya. Tapi yang membuat saya betah menginap disini adalah keramahan beliau.  Sehingga saya pun pernah jauh-jauh ke Jogja hanya untuk menginap disini, lalu mengobrol tentang banyak hal dengannya.

Pukul 5 sore saya mengajak Anind keluar sekedar cari makan dan jalan-jalan sore di sekitaran Malioboro. Sore yang cukup ramai mengingat hari ini bukan akhir pekan maupun musim liburan. Pilihan kami jatuh pada nasi pecel, dengan rasanya yang biasa saja menurut saya. Namun tetap saya santap dengan lahap karena baru ingat saya tidak makan siang tadi hehehe. Beres makan, kami melanjutkan jalan ke arah Titik 0 Kilometer, yang biasa menjadi tempat para pelancong sekedar duduk-duduk menghabiskan waktu,  entah itu jomblo, maupun pasangan muda-mudi dan tua-tui.

Langit jingga di atas kami
Senja :*
Menjelang malam, kebetulan sebuah acara sedang berlangsung tepat di depan Monumen Peringatan Serangan Umum 1 Maret. Sepertinya acara kesenian yang menampilkan berbagai tarian daerah di Indonesia. Dibawakan langsung oleh mahasiswa-mahasiswi asli dari daerah tersebut yang kebetulan sedang kuliah di kota Jogja. Lumayan ada hiburan gratis hehehe.

"Anind udah pamit ke orangtua kan? Kalo mau maen ke Dieng?" Tanya saya.

Bukan apa-apa sih, takutnya dia gak pamit kalo mau pergi dengan saya yang notabene orang yang belum pernah ketemu sebelumnya. Terus nanti tiba-tiba saya dituduh bawa lari anak gadis orang kan gak lucu -_-

Kamis, 30 Oktober 2014

Jam 7 pagi kami pamit kepada Bu Fatimah, lalu segera menuju halte TransJogja terdekat. Dengan ongkos Rp.3.000 tujuan pertama yaitu Terminal Jombor. Kemudian berganti naik Bus besar jurusan Semarang. Namun kami akan turun di Terminal Secang sebelum berganti bus lagi jurusan Wonosobo. Ongkos Jogja-Secang Rp. 12.000.

"Masih jauh gak mas? Anind mau tidur."

"Lumayan jauh. Kalo mau tidur ya tidur aja, entar aku bangunin" Jawab saya meyakinkannya.

Oiya ada satu hal yang unik. Meski usia kami hanya terpaut satu hari lebih tua saya, Anind tetap kekeuh manggil saya Mas. Padahal saya sudah menyuruhnya memanggil saya nama saja, toh kita seumuran karena lahir di tahun yang sama. Pun hanya selisih sehari. Yasudah lah saya sedang malas berdebat. Lagi pula saya menyukainya, enak aja sih dengernya dipanggil Mas :D

Kami sampai di Terminal Secang pukul 10.00, sedikit meleset dari jadwal. Maklum lah kami menggunakan bus ekonomi yang sering mengetem lama. Ditambah rute TransJogja yang memutar-mutar dan memakan waktu yang lama untuk sampai di Terminal Jombor tadi. Tak lama bus 3/4 jurusan Wonosobo datang dan kami segera naik. Bus pun segera melaju. Setelah membayar ongkos Rp. 15.000, kami tak punya pilihan lain selain diam menikmati perjalanan. Mengobrol pun sepertinya harus sedikit menambah volume bicara, karena suara kami kalah bersaing dengan suara deru mesin bus yang meraung-raung.

"Masih jauh gak, mas? Kalo masih lama Anind mau tidur."

"Iya tidur aja. Entar aku bangunin kalo udah sampe. Gak bakal aku tinggal kok."

Tapi setelahnya dia gak tidur-tidur. Gimana sih ni anak -_- Pemandangan Gunung Sindoro-Sumbing di kiri-kanan kami memang sayang untuk dilewatkan dengan hanya tidur. Saya pun takjub, ingatan saya seolah terlempar kembali ke masa kecil dimana kebanyakan anak SD kala itu senang menggambar dua buah gunung dengan sebuah jalan yang membelahnya. Ternyata gambar itu benar-benar ada di dunia nyata.

Setelah hampir 2 jam perjalanan, kami akhirnya tiba di Terminal Mendolo Wonosobo. Disini kami harus naik angkot lagi menuju alun-alun Wonosobo, sebelum berganti bus kecil jurusan Dieng. Namun kami bukan diturunkan di alun-alun, melainkan di pasar entah apa namanya. Alhasil, kami yang sama sekali buta arah terpaksa menggunakan GPS. Eits GPS disini bukan Global Positioning System, tapi Gunakan Penduduk Setempat alias tanya kanan-kiri hehehe. Kan ada pepatahnya, malu bertanya sesat di jalan :) Setelah diberi penjelasan oleh seorang bapak tukang parkir, kami berjalan kaki menuju tempat yang biasanya dilewati oleh bus jurusan Dieng.

"Anind mau minum?" Saya menyodorkan botol minuman milik saya.



Anind hanya menggeleng pelan. Batin saya apa gak haus ya? Beberapa kali saya tawarkan minum selalu menolak. Tenang aja engga ada racun, obat bius atau semacamnya kok ini :D

2 menit...

5 menit...

10 menit...

Kami berjalan dalam diam, lebih tepatnya menahan lapar :3 Hari sudah beranjak semakin siang tapi sedari pagi tadi kami belum makan apa-apa.

Lalu saya tersenyum simpul begitu sadar, secara tidak sengaja kami menemukan sebuah tulisan besar berwarna merah menyala.

TaaDaa :D

Bersambung >>> disini

Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang