Kisah di Balik Tembok-tembok Tinggi Lasem
Pintu berwarna hijau kusam itu belum sepenuhnya terbuka, ketika suara gonggongan anjing yang berasal dari beranda rumah menyambut kedatangan kami. Menyadari kehadiran orang asing di wilayah kekuasaannya. Padahal, kaki saya pun belum sepenuhnya turun dari pijakan kaki sepeda motor. Cahaya temaram dari lampu bohlam yang digantungkan di atas pintu, seakan tak berdaya menyinari jalanan Karangturi gang IV yang sepi ketika malam menjelang. Lagipula, hampir sepanjang sore tadi langit Lasem sedang berbaik hati, menurunkan berkah bagi bumi dan segala isinya berupa guyuran hujan yang cukup deras. Membuat sebagian besar penduduk Lasem lebih memilih berdiam diri di dalam rumah. Baca juga: Lasem dalam Lini Masa . Namun, gonggongan Roto (nama yang diberikan pada si anjing tersebut) tak berlangsung lama. Ketika saya, Mas Pop, diikuti oleh Mbak Lina dan Mas Donny melangkahkan kaki di beranda rumah, seketika itu juga Roto berhenti menggongong. Lalu memilih untuk mendekam di atas kursi ...