Mencari Ketenangan di Tepian Laut Utara
Semarang pada Agustus yang sudah memasuki hitungan akhir. Angin masih setia berhembus mesra, mengibarkan merah putih dan umbul-umbul beraneka warna lainnya di sudut-sudut kota. Memeriahkan bulan yang selalu disambut dengan penuh suka cita di penjuru negeri.
Pagi belum benar-benar merekah. Saya terbangun ketika hawa dingin terasa semakin menusuk. Tampaknya musim kemarau tahun ini telah tiba pada masa puncaknya. Dimana siang hari terasa begitu terik, sedangkan suhu pada malam hingga dini hari selalu membuat kita seolah tak ingin lepas dari selimut tebal.
Baca Juga: Romantisme Kota Lama dalam Hitam Putih
Ingin rasanya untuk kembali melanjutkan tidur. Terlebih ini adalah hari Minggu. Hari dimana kebanyakan orang bebas untuk bangun lebih siang dari biasanya. Sayangnya, mata sedang tak mau diajak berkompromi. Karena pada dasarnya saya memang sudah terbiasa bangun pagi, bahkan sebelum alarm berdering.
Jalan setapak di antara ilalang yang menari riang. |
Saya awali dengan menyusuri Jalan Arteri Yos Sudarso atau lebih dikenal dengan sebutan arteri pelabuhan. Sekitar 2 kilometer ke arah barat, berkawan truk-truk besar yang berjalan merayap karena kelebihan muatan. Sementara itu, angin pagi yang tak henti-hentinya berhembus membuat kayuhan pedal semakin berat saja.
*****
Hanya saya, desau angin, dan ilalang kering yang seakan menari riang menyambut kemarau. Benar-benar sunyi yang saya temukan, setelah berbelok ke utara dari jalan raya beraspal. Memasuki kawasan dulunya merupakan bekas proyek wisata pantai Tanjung Mas yang gagal sekitar tahun 1980an. Lalu melewati jalan beton yang sudah rusak disana-sini, hingga pada akhirnya dihadapkan jalan setapak berliku di antara rumput-rumput liar.
Mengejar semburat jingga. |
Saya terus mengayuh pedal, berkejaran dengan matahari yang mulai muncul di ufuk timur. Tak disangka, jalan setapak tersebut membawa saya ke sebuah tempat di tepian laut Jawa. Tampak beberapa orang sudah mendahului saya tiba disana. Di antaranya sudah sibuk dengan joran pancing dan mata kail.
Baca Juga: Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham
Sedangkan di sudut lainnya telah ramai oleh beberapa muda-mudi. Sekedar duduk menikmati matahari pagi, ataupun berburu foto dengan kamera yang terkalung di leher. Sepertinya selain di kenal sebagai spot favorit untuk memancing, tempat ini juga terkenal di kalangan penghobi fotografi.
Mengejar jingga di tepian laut. |
Selamat pagi lautan. |
Aksesnya pun tergolong sulit, sehingga tak banyak dilirik oleh wisatawan atau bahkan warga Semarang sendiri. Meski begitu, pemandangan yang ditawarkan oleh pantai ini sayang untuk dilewatkan begitu saja. Terlebih pada saat matahari baru menampakkan diri. Suasana tenang berpadu dengan angin yang menghembuskan hawa dingin khas pagi pada musim kemarau.
*****
Sebelum matahari benar-benar meninggi, saya segera beranjak dari tepian pantai. Masih menyusuri jalan setapak yang berkerikil, memberi tantangan tersendiri bagi saya. Kali ini dengan arah yang sedikit berbeda, kayuhan demi kayuhan membawa saya bertemu dengan muara sungai Banjir Kanal Barat.
Jalur berbatu. |
Monumen Ketenangan Jiwa, tertulis jelas di salah satu sisinya. Sementara itu di bagian bawahnya tertulis huruf kanji yang lebih kecil namun sangat rapi. Ada pula tulisan berbahasa Indonesia yang saya asumsikan sebagai terjemahan dari tulisan huruf Kanji di sebelahnya. Sedikit memberi penjelasan mengenai monumen tersebut.
Monumen di rerimbunan rumput liar. |
Muara sungai Banjir Kanal barat |
Berdirinya Monumen Ketenangan Jiwa di lokasi ini bukannya tanpa alasan. Sebab di muara sungai ini dulunya banyak ditemukan jasad tentara Jepang yang dibuang ke sungai. Setelah tewas secara mengenaskan karena ditawan di penjara Bulu. Konon jika ditarik garis lurus, monumen yang sengaja dibangun menghadap utara ini akan mengarah ke Tokyo, Jepang. Dengan harapan agar arwah para tentara yang gugur bisa kembali ke kampung halamannya dengan tenang.
Dari sedikit penjelasan yang terpahat di monumen tersebut, saya mendapat wawasan baru tentang peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang. Saya mengganggapnya sebagai sudut pandang dari pihak Jepang, yang sedikit berbeda dengan apa yang selama ini tertulis di buku pelajaran sejarah. Tentunya tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para pejuang kita yang turut gugur di pertempuran.
Terabaikan di tepi sungai. |
Huruf-huruf Kanji yang terpahat. |
Baca Juga: Pecinan Semarang dalam Rekaman langkah
Sekitar 150 tawanan Jepang akhirnya tewas mengenaskan di penjara Bulu. Tak dipungkiri juga terdapat warga sipil Jepang yang turut menjadi korban. Konon mereka adalah para pegawai yang bekerja di pabrik milik Jepang di wilayah Weleri, Kendal. Mereka ditangkap ketika dalam perjalanan mencari perlindungan menuju Jatingaleh yang merupakan basis tentara Jepang pada masa itu.
*****
Sesuai dengan namanya, lokasi berdirinya monumen menyuguhkan ketenangan. Sepi dan sunyi. Sesekali angin berhembus dan sayup-sayup suara deburan ombak di kejauhan. Meski sebenarnya tak begitu jauh dari jalan raya, namun cukup terpecil. Terlebih dengan akses yang cukup menyulitkan untuk menuju lokasi.
Gunung Ungaran yang mengintip. |
Waduhh.. Pantai utara Jawa sama sekali belum tersentuh....
BalasHapusBukan tipikal pantai yg berpasir sih mas jadi agak kurang dilirik.
HapusYa kan ttp aja bisa dipake buat mencari kedamaian.. hoho
HapusSepiii banget. Kalau di ujung selatan Jawa, punya sudut sepi ini yang bernama suangan kalau nggak salah. Aku sama sahabat sering menghabiskan waktu berdua pagi pagi. Kalau dewe banget seperti Mas Jo nggak berani 😂
BalasHapusBtw aku pernah ke Semarang, minta sama guide ke Monumen Ketenangan Jiwa ini karena penasaran. Guidenya malah baru tau dan dia nggak merekomendasikan karena itu tempat jauh dari lalu lalang manusya ujung utara Jawa. Ternyat beneran sepi banget yak. Hahaha. Thanks btw, sudah banyak memberikan gambaran rasa saat menginjakkan kaki ke sini.
Wkwkwk guidenya pentungi wae.
HapusMendayuuu dayuuuu *teteup. Ceritanya secara halus dimasukin unsur sejarahnya. Menarik. Mas Jo le menemukan prasasti itu secara nggak sengaja atau memang disengaja buat menemukan itu?
BalasHapusMbayangin jalannya menuju sana yang berbatu2 itu waaww semoga bannya nggak bocor.
Hahaha sengaja sih, tp baru pertama kali kesana.
HapusIya mbak, pake motorpun. susah dijamin wes. Tapi asik buat nyepi hehe
Jaman dulu kala udah denger pantai baruna, bahkan udah pernah ke sana. Tapi baru tau kalau ada monumen ketenangan jiwa.
BalasHapusPadahal tempatnya asik lho, bisa lihat laut lepas. Sayang akses jalannya parah. Sampai sekarang belum ada perbaikan ya?
Monumennya ke arah barat dr pantai mbak. Tepi banjir kanal persis. Betul asik kalo pagi2, enak buat nyepi. Tapi ya itu jalannya hehe. Ini masih enak kemarau, jd ga berlumpur.
HapusMonumen Ketenangan Jiwa. Hahaha, adem banget ya mas nama monumen nya. Dan ini pertama kali saya denger soal Pantai Baruna. Namanya mirip monumen yang berdiri gagah di ujung Jalan Kartika Plaza di Kuta.
BalasHapusMonumennya di daerah yg jarang dijangkau manusia mas. Jd agak terlupakan.
Hapusasyiknya bisa melanglangbuana dg sepeda mendapatkan beberapa pemandangan yang asyik ya, duh hebringnya
BalasHapusBetul mbak, ga jauh dr rumah tapi bs sejenak melepas penat menikmati pemandangan pagi hehe
HapusSesuk aku diajak rono mas ahhahaha
BalasHapusNama pantainya asing buatku, kutahu hanya marina saja :-)
Nah baruna ini letaknya di seberangnya persis. Tp aksesnya yg jelek jd gak ramai. Mirip2 marina yg ga berpasir.
HapusWah saya baru dengar nih monumen ini. Terima kasih atas informasinya, Mas. Semoga bisa berkunjung ke sana kalau main ke Semarang, hehe. Laut Jawa agaknya menyimpan kenangan kelam bagi semua bangsa. Ternyata bagi bangsa Jepang pun ada juga hari-hari gelapnya di lautan luas utara itu. Namun demikian, pemandangannya malah indah banget. Agak ironis, tapi di sanalah sepertinya kemegahan lautan itu terletak. Cantik dan mulus dari kejauhan, namun beriak dan bergejolak ketika didekati, hehe.
BalasHapusBetul mas, laut jawa menyimpan cerita sejarah yg menarik. Bahkan pernah dijadikan arena pertempuran.
HapusSilahkan datang, letaknya agak terpencil. Pdhl sbnernya ga jauh dr jalan raya.
Waahh tempatnya kayaknya adem banget. pengen kesana tapi kejauhan. kapan-kapan semoga bisa kesana :)
BalasHapusSegera ya :)
HapusAku komen karena ada tulisan kanji di monumennya itu. :D
BalasHapusBTW, sepengamatanku penulisan huruf kanji yang letaknya paling awal itu salah. Mungkin bisa dicek-silang sama orang yang ngerti kanji. XD
Tulisan 4 huruf kanji itu dibaca "chikon no ishibumi".
Kata "ishibumi" itu artinya monumen. Sedangkan kata "chikon" itu kalau dalam Bahasa Indonesia kayaknya ya memang pas diartikan sebagai ketenangan jiwa.
Kata "chikon" itu dibentuk dari kanji 鎮 (yang salah tulis itu :p) dan é‚.
Kanji 鎮 bisa dibaca "shizumeru" yang artinya menahan atau menenangkan (to surpress, to calm).
Kanji é‚ bisa dibaca "tamashii" yang artinya jiwa (soul).
Jadi, "chikon" ini adalah sebuah usaha untuk menenangkan jiwa. Kasarnya ya supaya jiwa almarhum tenang dan nggak gentayangan. :D
Segitu saja, sekilas info bahasa Jepang, wkwkwkw. :D
Wah ahlinya komen. Coba kesini mas. Ada bbrp baris dg ukuran yg lebih kecil. Konon sih nama2 korban.
HapusBiasanya kalau ada batu kayak gitu udah habis dicoret-coret orang gak bertanggung jawab. Aku seneng liatnya masih terawat. Foto2nya cakep, tempatnya (mungkin terkesan) biasa, tapi jadinya mupeng buat dijelajahi.
BalasHapusomnduut.com
Iya tulisannya pun masih terpahat dg baik. Tandanya memang monumen ini dijaga dg baik. Mungkin ngiranya makam jadi ga ada yg berani coret-coret :D
HapusKalau di sini, biar kata makam, tetap aja ada yang nyoret, huhuhu sebel. Kayak batu granit di Lampung itu, ya ampun bagusnya. Tapi coretannya bikin emosi.
Hapusalhamdulillah tempatnya sepi jadi masih perawan batunya, pantai Baruna hm ..... ajakin aku kesana Gie :)
BalasHapusJelek lho mas, jangan kesini :p
Hapuswkwkwkwkw
HapusMonumen ini sederetan sama Pantai Tanjung Mas, bener nggak sih mas? Dari arah STM Perkapalan itu lurus terus ya?
BalasHapusSeberangnya marina. Masuknya leewt bangjo arteri tanah mas.
HapusPantai Baruna, apakah ini pantai tempat tinggalnya Dewa Baruna? Hehehe...
BalasHapusbaruna masih berhubungan dengan laut pokoknya
HapusMudah2an monumennya tetap bersih dari tangan2 gratil yg hobi vandalisme..
BalasHapusJadi pengen kesini dehh.
Belum sempat eksplore semarang dengan lengkap.. masih yg mainstream aja euy
Amiin. karena letaknya yang agak terpencil, jadi jarang dijamah manusia sih
Hapusjalan setapak, alang-alang, dan deretan rerumputan kering nampak eksotis banget. seakan-akan itu adalah pantai di bagian timur indonesia mas. nice!
BalasHapushaha iya minus pasir dan laut biru :3
HapusEh iya pasir dan laut birunya ga ada ya, yaudah besok minta pemda suruh ngecat tuh laut sama pasirnya mas 😂
HapusSayang ya ada monumen bersejarah tapi terlupakan, mungkin karena bukan milik "kita" jadi tak ada perhatian khusus. Semoga arwah tentara2 Jepang itu bisa kembali kampung halaman mereka.
BalasHapusbetul mbak. konon da yang rutin merawat tapi utusan dari kedubes jepang
Hapustempat nya begitu tenang, kalau aku sih lebih suka walau aksesnya cukup sulit untuk di datangi
BalasHapusmonumen ketenangan jiwa seperti sangat cocok dengan keadaan di pantai utara ya
iya lumayan buat tempat nyepi hehe. padahal deket dari jalan raya. tapi cukup sepi
HapusMonumennya mirip makan orang cina gitu ya....
BalasHapusbukan makam juga asih, mungkin banyak yang mengira makam juga jadi ga banyak yang tertarik
HapusBaruna artinya juga laut kan? Tempat yang menenangkan, apalagi datang saat pagi-pagi benar seperti itu. Membaca ini saya jadi melihat semarang dari sisi lain. Terimakasih sudah berkisah, Jo :)
BalasHapusbetul mbak sash, baruna masih berhubungan dengan laut pokoknya wkwk
Hapusasyik banget .. gowes ke pantai .. menikmati sunrise .. terus dapat bonus melihat benda bernilai sejarah .
BalasHapussedikit banyak terinspirasi dari anda bang hehe. ayo bersepeda
HapusLagi ngerti nek ning Semarang ono Pantai Baruna. Aku ngertine kok pantai Marina aja ya mas. Hehehe.
BalasHapusSeberangnya lho mbak.
HapusBagus banget viewnya waktu sunset mas
BalasHapusIya :)))
Hapustombol followersnya baru ya mas?
BalasHapusUdh lama kok mba
Hapusoh, berarti baru liat hehehe
Hapusmas jo, sha tuh mau ke semarang bulan ini. ada rekomen pantai lain gak? selain marina gitu. yang aksesnya gampang dan ga jauh dr pusat kota :)
HapusYa cuma pantai marina. Seberangnya pantai ini. Tp ga berpasir sih. Kayak dermaga. Tp cocok buat nyunset, karena menghadap ke barat.
HapusDi deket bandara juga ada yg berpasir. Tp jalannya jelek :D
sek, ini apanya kota lama ? (disorientasi)
BalasHapusaku kok ketinggalan, heuheu
asyik kayak di film2 Jepang
ah....
Ga ada hubungannya dg kota lama hehe.
Hapussetiap tempat pasti punya cerita entah itu cerita di masa lalu ataupun cerita yang sekarang mas kisahkan,
BalasHapusBetul mas.
HapusTerkadang untuk menuju ke tempat pemandangan terindah, harus dengan perjuangan iya mas,
BalasHapusbagus pantai nya.
Aku tahunya pantai Marina. Baru lihat ini pantai Baruna. Mungkin perlu promo biar ramai, hihi. Karena di daerahku, pantai-pantai di pagipun ramai asal wiken. Btw gowes pagi menyehatkan!
BalasHapusKarena bukan pantai buat wisata sih mbak nur, banyakan yg mancing atau berburu foto. Lebar pantai ya juga ga bagus buat main-main soalnya.
HapusMas Jo nemu saja tempat memandang fajar yg apik. Apalagi sajian monumen ketenangan jiwa. Terima kasih ya Mas, diperkaya melalui postingan ini. Salam
BalasHapusKebetulan ga jauh dari tempat kos mbak prih hehe.
HapusLumayan buat nyari pemandangan.
apik mas, kayak nang kulonprogo kui mas :D tapi masih sepi pantai utara tentunya....kemarin saya ke semarang cm sehari doang...:( pengen mampir & jalan-jalan, tapi waktu dan cuaca g bersahabat
BalasHapusRada pilu pas baca kalimat ini. Hiks..
BalasHapusPada monumen tertulis bahwa mereka menyesal sedalam-dalamnya, serta hanya menuntut dipulangkan ke kampung halaman.
Btw, ceritanya menarik mas. jalan-jalan degan foto cakep, ada unsur sejarahnya pula.
Pada akhirnya, perang hanya akan menyisakan luka tanpa penawar..
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu
Itu kalau kamu nggak kasih keterangan foto, pasang di ig, kamu bakal dikira lagi di jepang Jo. Mirip sama makam di Jepang
BalasHapusSunsednya itu syahdu bangat, meski tidak berpasir putih kayak pantai-pantai di Bali
BalasHapusKebetulan lagi blog walking, mampir lagi ke blognya Mas Jo.
BalasHapusTerima kasih udah sharing keindahan sunset di Semarang dan cerita soal tugu ketenangan jiwa.
Kapan ada kesempatan ke Semarang lagi, saya mau melimpir ke sana ah Mas.
Keep sharing ya!
Lha ini baru tahu tempat ini hahaha. Seperti biasa, membaca tulisan Mas Jo bagai membaca novel, mengalun merdulah diksinya :)
BalasHapusPemandangan paginya syahdu banget.
BalasHapusBikin semangat liatnya.
Tugunya bebas coretan ya mas.
Syukurnya nggak ada tangan-tangan jahil.
Aku belu tahu pantai baruna, jadi penasaran ingin ke sana hhehe
BalasHapusSaya ke semarang tahun lalu, hanya saja sebagian kecil saja destinasi yang dikunjungi. Itupun tak jauh-jauh dari pusat kota. Membaca tulisan sampean ini, saya jadi ingin ke Semarang dan mengenal lebih jauh.
BalasHapusAku mau ke sini...
BalasHapus