Gondang Winangoen, Sekelumit Riwayat Gula di Tanah Jawa

Museum Gula Jawa Tengah
Berada persis di tepi jalan raya yang menghubungkan kota Jogja dan Solo, membuat Museum Gula Jawa Tengah mudah ditemukan oleh siapa pun. Namun sayangnya, lokasinya yang strategis tak selalu menjamin akan ramai dikunjungi oleh wisatawan. Seperti pada suatu pagi menjelang siang itu, sepi adalah kesan pertama yang saya dapatkan. Sebelumnya, saya terlebih dahulu menukar lima ribu rupiah dengan selembar tiket sebagai tanda masuk museum yang terletak di Desa Plawikan, Jogonalan, Kabupaten Klaten tersebut.

Perhatian saya langsung tertuju pada beberapa koleksi lokomotif uap yang dipajang di halaman museum. Salah satunya diberi nama ‘simbah’, karena beroperasi sejak awal masa kejayaan PG Gondang Winangoen yang kini telah berganti nama menjadi PG Gondang Baru. Terdapat pula pedati atau gerobak sapi, yang dulunya digunakan untuk mengangkut tebu, sebelum tergantikan oleh tenaga mesin. Beberapa peralatan berukuran besar lainnya turut menemani di halaman museum yang tampak begitu kesepian itu.
Museum Gula Jawa tengah
Tampak depan Museum Gula Jawa Tengah.
Museum Gula Jawa Tengah
Berjumpa 'Simbah'.
Museum Gula Jawa Tengah
Salah satu bagian dari mesin pabrik gula.
Selanjutnya, saya melangkahkan kaki menuju bangunan utama museum yang berlanggam indische itu. Dulunya, bangunan tersebut merupakan rumah hunian bagi seorang pejabat pabrik gula. Selain saya, tampaknya tak ada tanda-tanda kehadiran pengunjung museum lainnya. Suatu hal yang sudah biasa ditemui di banyak museum di negeri ini. Dimana museum seakan dianggap kurang menarik bagi sebagian orang.

Melewati pintu utama, saya langsung disambut oleh peta provinsi Jawa Tengah yang berukuran cukup besar. Lampu-lampu kecil yang urung menyala menandakan keberadaan puluhan pabrik gula yang tersebar di penjuru Jawa Tengah. Total ada 51 suikerfabriek atau pabrik gula pernah berdiri hingga awal abad ke 20. Namun kini menyisakan tiga belas pabrik, dimana hanya delapan di antaranya yang masih beroperasi termasuk PG Gondang Baru.
Museum Gula Jawa Tengah
Koleksi museum di ruangan utama.
Museum Gula Jawa Tengah
Beberapa sampel jenis gula.
Sejarah bermula ketika pemerintah kolonial menggencarkan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa di Hindia Belanda. Di pulau Jawa sendiri perkebunan tebu kemudian tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Dari situlah industri pengolahan tebu mulai bermunculan. Dari yang awalnya menggunakan peralatan tradisional, hingga mendatangkan mesin-mesin impor yang belum pernah digunakan sebelumnya.

Melimpahnya produksi gula pada saat itu bahkan mengantar Hindia Belanda sebagai salah satu eksportir gula terbesar di dunia. Perlahan, gula menjadi komoditas paling menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Sayangnya pamor gula meredup seiring dengan ekonomi dunia yang memburuk setelah Perang Dunia II. Industri gula di Jawa pun terkena imbasnya, sehingga satu per satu pabrik gula harus ditutup. Setelah Indonesia merdeka, buruknya pengelolaan juga menyebabkan mandeknya perkembangan industri pengolahan tebu di tanah air.

Beranjak menuju ruang utama, sambil berjalan pelan pandangan saya menyapu lemari kaca yang berjejer rapi. Di dalamnya tersimpan alat-alat perkebunan, berbagai varian atau jenis tebu, hingga hama dan penyakit yang menyerang tanaman tebu. Sementara itu, replika sistem pembukaan lahan reynoso diletakkan di sudut lain ruangan. Minimnya pencahayaan membuat kamera pocket yang saya gunakan pun tak bisa menangkap gambar secara maksimal.
Museum Gula Jawa Tengah
Timbangan.
Museum Gula Jawa Tengah
Miniatur PG Tasikmadu di Karanganyar, Jawa Tengah.
Entah mata saya yang kurang jeli atau bagaimana, saya tak dapat menemukan informasi yang bisa menerangkan secara lengkap koleksi-koleksi yang terpajang di sana. Begitu pula di ruangan berikutnya, yang menyimpan sebuah mesin jahit usang yang digunakan untuk menjahit karung goni sebagai kemasan gula. Terdapat pula timbangan besar hingga alat-alat laboratorium gula. Hanya saja penerangan di ruangan ini sedikit lebih baik, dan didukung dengan temboknya yang dicat dengan warna cerah.

Langkah demi langkah membawa saya memasuki ruangan berikutnya, melewati miniatur Pabrik Gula Tasikmadoe, Karanganyar yang tersimpan dalam kotak kaca. Tak ketinggalan, bingkai-bingkai foto lawas yang terpajang pada dindingnya juga menarik perhatian saya. Beberapa di antaranya berkisah tentang tradisi cembengan atau sering disebut kawin tebu. Sebuah ritual yang dilaksanakan sebelum proses penggilingan tebu ini masih dipertahankan oleh beberapa pabrik gula yang masih beroperasi di Jawa.
Museum Gula Jawa Tengah
Beberapa koleksi mesin hitung.
Selanjutnya, saya menjumpai tiruan visualisasi sebuah ruang administrasi lama. Lengkap dengan perangkat kerja seperti mesin ketik dan mesin hitung yang terlihat antik. Tak hanya satu, mesin hitung dari beberapa generasi ditata rapi dalam sebuah lemari kayu. Ada juga topi dan tongkat yang dulunya dikenakan oleh pejabat pabrik, sedikit mengingatkan kita pada film-film berlatar zaman kolonial.

Sementara itu, saya mendapati ruangan terakhir yang berada di sisi barat museum kosong melompong. Seharusnya di sini tersimpan maket atau miniatur pabrik gula, yang kebetulan pada saat itu sengaja diletakkan di teras depan untuk dibersihkan. Berdampingan dengan draisine atau alat pengangkut manusia semacam becak namun dengan media rel, yang digunakan untuk memeriksa ladang tebu.
Museum Gula Jawa Tengah
Sepi di teras depan.
Saya hanya menjumpai beberapa bingkai foto dan sebuah grafik rumit yang menerangkan alur proses penggilingan tebu. Batang-batang tebu tersebut ternyata harus melalui banyak sekali tahapan sebelum menjadi butiran-butiran gula, serta sejumlah hasil samping yang masih bisa dimanfaatkan kembali. Seperti misalnya ampas tebu yang digunakan untuk bahan bakar ketel uap. Atau tetes tebu yang dipakai sebagai bahan baku vetsin (sodium glutamat), alhokol hingga spiritus.

Museum ini diresmikan pada 11 September 1982 oleh Soeparjo Roestam, Gubernur Jawa Tengah pada masa itu. Pada ruang-ruang sepinya, secara garis besar berkisah tentang teknologi yang digunakan pada awal masa kejayaan industri pengolahan tebu khususnya di pulau Jawa. Berada di lingkungan PG Gondang Baru, seharusnya museum ini juga menerangkan sejarah pabrik gula yang didirikan pada 1860 tersebut secara lengkap. Namun entah mengapa, hanya sedikit yang bisa saya temukan. Di antaranya sejumlah bingkai foto yang menampilkan potret pimpinan pejabat pabrik dari masa ke masa.
Museum Gula Jawa Tengah
Rumah-rumah lawas.
Museum Gula Jawa Tengah
Emplasemen lori di belakang kompleks museum.
Merasa sedikit kurang puas, saya mencoba mengintip rumah-rumah dinas pejabat gula yang berada di belakang bangunan museum. Masih bercirikan bangunan lawas, sebagian besar tampaknya sudah tidak terurus lagi. Rumput-rumput liar yang tumbuh tinggi menghiasi halaman depan rumah-rumah tersebut. Menandakan sudah cukup lama tak dijamah oleh manusia. Cat tembok yang mengelupas, kaca-kaca jendela yang dibiarkan pecah menjadi pemandangan lainnya, yang sedikit mengingatkan kita pada latar film-film bertema horor.

Selanjutnya, langkah demi langkah membawa saya bertemu dengan emplasemen lori yang terdiri dari beberapa jalur. Berbatasan dengan ladang tebu yang membentang luas di belakang kompleks PG Gondang Baru. Dulunya kereta lori menjadi andalan utama untuk mengangkut batang-batang tebu yang telah dipanen menuju pabrik untuk diolah. Namun seiring waktu, dengan alasan efisiensi lori-lori tersebut akhirnya tergantikan oleh truk-truk yang lebih modern.
Museum Gula Jawa Tengah
Kompleks PG Gondang Baru.
Sebetulnya tak ada niatan khusus untuk mengunjungi museum yang disebut-sebut sebagai museum gula satu-satunya di Indonesia, bahkan tak jarang yang mengatakan satu-satunya di Asia Tenggara ini. Kebetulan pada saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju Jogja dari Semarang via Jatinom. Keberadaan cerobong asap yang menjulang tinggi di sisi jalan raya Solo-Jogja menimbulkan rasa penasaran di benak saya. Seketika itu pula saya teringat cerita seorang teman yang beberapa waktu lalu berkunjung ke sebuah museum tak jauh dari itu.


Siapa sangka, berawal dari rasa penasaran tersebut, membawa saya menemukan sekelumit riwayat gula di tanah Jawa. Riwayat yang tak selalu berjalan dengan manis, meski gula sendiri merupakan bahan pemanis. Era kejayaan industri gula pun telah berlalu, dan museum gula menjadi salah satu saksi bisunya. Berkurangnya lahan perkebunan tebu turut memperburuk situasi tersebut. Ditambah dengan kebijakan pemerintah yang lebih banyak mengimpor komoditas gula, membuat industri gula di tanah air seakan hidup segan matipun tak mau.
Museum Gula Jawa Tengah


Komentar

  1. Padahal udah berkunjung dan foto" di sini lebih dari setahun yg lalu.. Eh, tapi belum bikin postingannya...

    Hatur nuhun bang, situ mengingatkan saia untuk bikin postingan ini juga.. wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini juga draft lama mas. Bulan september kemaren kesininya wkwk

      Hapus
    2. Yang penting tidak dikejar deadline, free like a bird.... Hehehe

      Hapus
  2. menarik nih mas bisa berkunjung ke pabrik gula tempo dulu zaman belanda.

    BalasHapus
  3. Waaah...sepertinya seru berkunjung ke tempat ini. Karena tempat terbaik untuk membunuh waktu adalah museum. Huahaha...iya, itu aku sih :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agak-agak horor gimana gitu. Pdhl akunya penakut aslinya :p

      Hapus
  4. Haaaa aku pernah ke sini tapi nggak sendiri mas. Sama bapak, tapi ditungguin di parkiran. Masuknya ditemenin mas mas yang jaga tiket. Tiketnya suruh jagain tukang kebun gitu haha.
    Udah tak tulis juga lho. Memang sepi banget museumnya ya, miris
    Ku selalu suka sudut mengambil foto-foto di blog ini btw. Biasa, tapi bercerita. :))

    BalasHapus
  5. wah keren nih nambah referensi tempat foto2 eh wisata.

    BalasHapus
  6. Wah ternyata ada museum gula ya, aku baru tahu mas.. Btw, mesin hitungnya lucu banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mampir kesini mbak, ga jauh dari Prambanan kok hehehe

      Hapus
    2. Haya kl pas ke jogja kl dan sempet ku mampir ah.. Tengkyu infonya ya

      Hapus
  7. Selalu penasaran dengan isi museum Gula dan bangunan tua yang ada di dalam kompleks pabrik gula tsb. Seru buat dijelajahi, tapi cuma bisa menatap nanar dari balik kaca bus saja saat lewat ke sini =))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha kebangetan mas, pdahal sering lewat

      Hapus
  8. wow unik ya, jaman dulu kereta lorinya yang bawa tebu, jd inget waktu aku bawa murid2ku ke pabrik gula di cirebon, banyak bekas rel kereta lori

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disini ada tur lori keliling pabrik gula juga tante

      Hapus
  9. Saya juga sering mikir kalau pas lewat sini dari Solo - Purworejo ; "Ini beneran dibuka buat wisata apa enggak, kok sepertinya sepi terus..", dan akhirnya terjawab sudah rasa penasaran saya. Bener-bener sepi :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Horor-horor gimana gitu. Oiya ada rest areanya juga sih, tp sedikit yg mampir.

      Hapus
    2. Iya mas, yang dipinggir jalan itu to?
      Aku yo nggak berrani mampir situ. Kalau pas lewat, jarang banget yang ngaso disitu. Mending ngaso di Pom Bensin atau alfamart - indomaret XD

      Hapus
  10. ciee teman :p
    pabrik gula sendiri juga banyak yg tutup sekarang.
    museumnya sepi bisa karena kurang dirawat juga ya? fasilitas yg ditawarkan juga minimalis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kurang dimaksimalkan sih, yg rame cuma kolam sm tama bermain anak di sisi barar museum mas.

      Hapus
  11. Sayangnya, ini harta yang tak ternilai harganya. Tapi apa daya masyarakat kita lebih senang "diceritani" ketimbang mencari cerita, makanya museum jdi sepi.

    Coba pihak museumnya menggandeng institusi2 pendidikan mengadakan tour, supaya generasi kita ada yg memiliki cita2 utk kembali membangun industri yg tua ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mas. Jadi begitu diceritain disana ada ini itu, misalnya. Kalo gak begitu menarik bagi mereka ya udah cuma oh sekedar tahu gitu doang.
      Wisata edukasi sekolah juga skrg kayaknya jarang yg nyentuh museum atau wisata sejarah lainnya. Dan memilih taman-taman hiburan. Cukup disayangkan sih.

      Hapus
  12. Mas, masih ada beberapa peninggalan belanda loh di Klaten yang belum tereksplor. Renacananya aku mau mendatangi salah satu tempat itu di akhir bulan ahhahahah

    BalasHapus
  13. Kalau main ke wisata alam sendirian, gak papa saya mah. Tapi kalau ke museum kok malah serem wkwkw.

    Nah itu, saya malah jadi inget masalah micin. Pernah baca, itu emang dari tebu yang diolah. Yang saya heran, kok bisa ya air tebu yang manis bisa jadi gurih. Hebat lah yang bikin komposisinya, jadi terciptalah rasa ke 6, gurih.

    Sepi karena.....anak muda jaman sekarang udah pinter, pinter move on.

    But anyway, nggak lah. Berkunjung ke museum kita jadi recall. Inget lagi, kita pernah dijajah huehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Vetsin itu memang bahan dasar micin betul?

      Hapus
  14. Banyak juga ya pabrik gula yg terbengkalai di Jawa.. saya pernah berkunjung ke pabrik gula yang di Jogja (PG Madukismo), waktu saya kesana sedang ga beroperasi juga.. tapi kabarnya pabrik tsb masih beroperasi sih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setauku memang pabrik gula disini ga sepanjang tahun beroperasi mas. Hanya waktu panen tebu saja. Jadi pantas saja kebutuhan gula nasional banyak yg diimpor dari luar.

      Hapus
  15. Aku pas ke sana waktu itu malah masuk ruang produksinya mas (sisi timur) pass mesin2nya jalan. Bau asep. Tapi entahlah itu dipanasin atau apa :D

    Di sana kan sekaranf dibangun kompleks kolam renang, taman bermain gitu di sebelah barat... Jd jika ada kunjungan ke museum bisa sekalian renang-renang bagi anak sekolah. Mungkin itu caranya biar agak menarik orang-orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tp ya sedikit mbak yg mau mampir ke museumnya. Padahal pertunjukan utamanya ya museum itu hehe

      Hapus
  16. Jamnya keren, eh :D

    nasib (mantan) pegawai gula memang tak semanis gula, produksi menurun, lahan dikonversi jadi tanaman lain -_-
    prambanan, museum gula, selalu lewat saat mau dan pulang dr jogja, tp belum sempat mampir
    makasih postingannya, Gie :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya kebutuhan gula nasional byk diimpor dr luar itu mas :(

      Hapus
  17. Wisata "sejarah" menyenangkan. Melihat saksi kehidupan masa lalu. Sebuah pabrik gula yang dulu pasti memiliki kisahnya di masa jaya.

    Thanks sudah sharing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama. Banyak bekas pabrik gula di jawa lainnya yang bernasib serupa kok. Bahkan hanya tinggal nama karena sudah tak berbekas.

      Hapus
  18. Wah kangen saya mas johanes ..baca blog sampean ..
    Sumpah lamaaaaaa gak baca blog sampean ..mentep mas ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya nih mas. Lama ga nulis hehe. Makasih sudah mampir

      Hapus
  19. pernah lewat sini pas mau ke solo
    tinggi sekali nilai sejarahnya
    dulu pas PKl di pabrik gula juga sering nemu rumah dinas pejabat pabrik yang gak keurus
    sekarang hampir semua PG pakai truk langsung sebelum amsuk stasiun penggilingan ya mas
    katanya sih lebih efisien daripada lori padahal penumpukan truk juga sering terjadi kalau pas musim giling

    BalasHapus
    Balasan
    1. Musim giling pun sekarang sudah jauh berkurang. Jd hasil produksinya tak seberapa.

      Hapus
  20. Dari foto-foto dan deskripsinya sudah cukup menjelaskan betapa merananya museum ini, hehehe. Saya bolak-balik lewat depan museum ini tapi belum sekali pun meniatkan mampir hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa kali lewat juga, tp baru ini ngeh ada pabrik gula, ada museumnya juga :D

      Hapus
  21. Masa kecil saya di sekitar PG Tasikmadoe nih Mas Yo. Postingan ini menjawab rindu berkunjung ke museum Gula di Klaten ini.
    Profil pergulaan yg tak selalu semanis gula dirubung semut ya.
    Terima kasih berbagi postingan apik ini. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah menyenangkan sekali tinggal di lingkungan pabrik gula ya mbak Prih

      Hapus
  22. Aku ga suka main ke museum, tapi kooook jadi pengen main ke museum ya? pasti gara-gara masnya ini yg bercerita.

    BalasHapus
  23. Asik banget ya bisa berkunjung kesini, selain jadi tahu bisa juga untuk foto-foto ya, Mas..
    Pengen bisa datang langsung ke tempat ini. Tapi kapan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari Jogja kan lebih deket mas:D

      Hapus
    2. Nah itu, tapi belum ada waktu pasnya untuk otwnya, Mas..hehe

      Hapus
  24. Tiap lewat kawasan sini selalu tertarik buat mampir, penasaran. Apalagi ada semacam resto yg bangunannya cukup asyik ya. Tapi mas bojo selalu ogah kalo ku ajak berhenti :(

    BalasHapus
  25. Wah, sangat menarik jalan-jalan ke sini. Saya juga mau. Ini referensi tempat wisata bagus bagi saya dan keluarga :)

    BalasHapus
  26. Wah, bagus nih museumnya. Tapi kok sepi yah, padahal kan asik bisa jalan-jalan ke situ. Aku suka jalan2 ke museum. Wah, nanti kalo aku jalan-jalan, mampir sini ah. Penasaran kalo gak liat sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba aja, lumayan nambah pengetahuan hehe

      Hapus
  27. Kapan awakmu mrono? Omong-omong, ketemu makam pejabat suikerfabriek e gak? Lokasinya nggak jauh dari rumah dinas yang sekarang jadi guesthouse itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaah sebelah mana makamnya? Iki wes september lalu sih lagi ditulis wkwkwk.

      Hapus
  28. ya ampun Jo, menyesal deh nggak lihat kiri kanan waktu perjalanan Solo Jogja tahun lalu.
    mungkin ketiduran ya, aku nggak lihat bangunan museum ini..

    rumah lawasnya masih cantik ..sukaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tandanya sih cerobong asap yg lumayan mencolok dr jalan raya mbak. Lalu di depannya terlihat jelas rest area gondang winangun gitu. Ada resto dan homestay juga lhoh.

      Hapus
  29. Keren Pengambilan dan shoot gambar nya..salam kenal gan

    BalasHapus
  30. Wah mantap bgt mas tempatnya. Bernilai sejarah banget.
    Spot fotonya menarik juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nasibnya ya ga jauh beda sama peninggalan bersejarah lainnya, Uda :(

      Hapus
  31. Wahhh aku baru tau ada museum gula, OMG, sepertinya aku wajib kesana karna aku kerja di Industri Gula jugam siapa tau makin menambah wawasanku tentang gula hehehhe, thks infonya ya mas, sangat bermanfaat.

    ursulametarosarini.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, perjalanan gula ga semanis rasanya :(

      Hapus
  32. aku baru tahu kalo di klaten ada museum gula. ternyata seperti kebanyakan museum lainnya, sepi pengunjung dan peminat. Makasih untuk infonya, jadi inget raja gula si Oie dan cerita2 pabrik gula di jawa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya mas. Sejarah gula sendiri ternyata menarik, setelah mengenal Oei Tiong Ham

      Hapus
  33. Aku tertarik sama Loko dan bangunan kunonya. Bisa dijadikan referensi saat traveling ke wetan nanti, Mas. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap mbak. Ga jauh dr Prambanan kok. Pinggir jalan lagi, gampang nemuinnya :D

      Hapus
  34. bangunan bergaya indische dan perabotan peralatan kuno-nya sangat menarik .. asyik untuk di explore. btw .. jam tangannya keren :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu menarik sih hal-hal yg berbau kekunoan hehe

      Hapus
  35. Selalu senang dengan jalan-jalan ke Museum, sepertinya kita datang dengan mesin waktu ke masa saat terjadinya peristiwa. salam kenal mas. ijin follow blognya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Mungkin ini yg dinamakan time machine ya hehe seru aja bisa berimajinasi berada pada masa itu.

      Hapus
  36. Suka sedih kalau baca sejarah begini. Beberapa waktu lalu pernah baca salah satu blog yang perkebunan pala di daerahnya mulai redup padahal dulu berjaya. Sedih aja gitu kalau inget dulu negara kita sampai dijajah karena kekayaan alam. Sekarang seperti makin banyak importnya

    BalasHapus
  37. Di buku sastra Pramoedya Anantoer - Gadis Pantai katanya gula pula lah yang menjadi daya tarik dan alasan utama bangsa barat menjajah tanah air kita.

    Selama ini kita tahunya rempah-rempah. Saya tidak baca bukunya menyeluruh sih. Tapi ya seperti itulah katanya.

    BalasHapus
  38. Keren ceritanya, menambah pengetahuan dan diajak seolah ikut jalan-jalan. Tap deh..

    BalasHapus
  39. Saya sering banget nglewatin museum ini kalo pas mudik ke solo. Tapi gak pernah mampir. Sekali-kali deh nanti mampir.

    BalasHapus
  40. wah, ini museum gula satu - satunya ya, tapi sepi ya, mungkin kurang promosi atau jarang ada event untuk meramaikan museum? :)

    BalasHapus
  41. yang manis aja rumit ya, apalagi yang gak manis :P

    satu hal yang sha seneng tiap kali ke daerah jawa - jajan es tebu. Di sunda, bisa di bilang jarang banget nemunya.

    apa di daerah sana ada kebun tebunya mas? kalau sha jalan ke tengah kebun -udah ilang lah gak keliatan! haha

    BalasHapus
  42. Padahal tempatnya lumayan menarik.
    Tapi sepi banget.

    BalasHapus
  43. Wah menarik mas pengalamannya. Kapan-kapan harus masuk list up nih kalo ada kesempatan ke Solo lagi. Sahang banget tapi ya kondisi museumnya sepi dan terkesan kurang terawat.

    BalasHapus
  44. lewat tapi malah liat dalamny ai mari istimewa... emang internet

    BalasHapus
  45. cerita di balik pabrik gula selalu menarik. Kak usul kak, di akhir postingan dikasih informasi detil lokasi tempat atau info terkait lainnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hambok dibaca mbak, diatas sudah ada keterangan lokasi :)))

      Hapus
    2. Hyo gur gon duwur kak. Maksudku digae blockquote gitu :-D
      Tapi yo terserah ding

      Hapus
  46. Lama rek ndak mampir kesini, begitu mampir kok maniss ealaah ternyata main ke museum gula wkwkwk #komenmacamapaini Asik yaaa kalau main-main ke museum gtu, berasaa masih muda gtu soalnya mengingat masa lalu #komenapalagiini wkwkwkw btw emang juaranya explore hal-hal yang berbau sejarah dan unik gtu mas. . ayok ah ngeblog lagiiii #menyemangatidirisendiri

    BalasHapus
  47. Bagus di PG Gondang Baru timbang PG Colomadu mas..
    dulu pernah saya ke PG Colomadu agak kecewa wkwk

    BalasHapus
  48. wisata minat khusus seperti ini memang sepi peminat, tapi bagi yang suka dengan sejarah, toh ga jadi masalah. kemarin kita belum kesampaian ketemuan, semoga lain waktu bisa bersua dan menikmati bangunan2 tua secara bersama2 untuk menjadi bahan cerita : )

    BalasHapus
  49. Menarik nih mas buat swafoto.

    Kasihan ya sepi pengunjung. Tapi da baiknya jg,dgn sepi pengunjung bisa lebih leluasa mengamati tiap sudut. Seperti artikel mas, detail banget..

    BalasHapus
  50. Rumah tempoe doeloenya keren nih buat foto-foto.
    Udah gitu bisa lihat2 koleksi museumnya yang terawat baik.

    BalasHapus
  51. Aku sungguh senang kalau jalan- jalan ke tempat seperti ini mas. Soalnya selain oldschool juga kita bisa banyak belajar. Tapi sayangnya memang benar, tempat- tempat seperti ini ramainya cuma pas ada dharma wisata aja. Hehehe

    BalasHapus
  52. Museum, riwayatmu kini

    Susah dan dilema juga sih ya menurutku; misal petani diharapkan menanam tebu, tetapi mesin di PG tergolong jaman old takutnya tidak mampu memproses dengan baik hingga produksi terpenuhi.

    Makanya pemerintah mengimpor gula. Ini analisa bodo-bodoan lho mas... hahaha

    Aku malah belum pernah mampir sini, mas :)

    BalasHapus
  53. salah fokus ke kalimat terakhir "hidup segan mati tak mau", kaya lirik lagu gamma1.. hehe

    BalasHapus
  54. mesin hitungnya masih sangat tradisional sekali.. :)

    BalasHapus
  55. Sayangnya museumnya seperti kurang lengkap ya, kayak setengah hati untuk melengkapinya

    BalasHapus
  56. duh jadi inget almarhum bapak..rumah saya dulu dideket rel itu mas..yang tingkat depan garasi pabrik..
    waktu itu sering Gondang - Jogja buat kuliah..
    skg stay di Solo :)

    BalasHapus
  57. Selalu menarik menyimak sejarah perkembangan komoditas gula di Indonesia. Dulu kayanya memang menjanjikan banget. Jadi penasaran apa sebenernya penyebab spesifik runtuhnya kejayaan gula ini. Btw, sepertinya museum ini agak kalah pamor dibanding The Tjolomadoe ya mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terakhir ke Tjolomadoe waktu masih gratis. Dan gak cocok disebut museum sih hehe entah kalo sekarang. Belum tahu perkembangannya.

      Kejatuhan gula diawali dari krisis keuangan dunia setelah perang dunia pertama. Lalu setelah kemerdekaan, industri gula memang terkendala mesin-mesin yang tidak kunjung dimodernisasi hingga komoditas tebu yang dianggap kurang menguntungkan. Sehingga alih fungsi lahan terjadi. Entah jadi pemukiman atau ditanami komoditas lain.

      Terimakasih sudah mampir :)

      Hapus

Posting Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang