Jogja dan Semangkuk Bakmi yang Menumbuhkan Rindu

Malioboro
Malioboro, semacam rindu.
Jogja selalu berhasil membuat banyak orang memiliki kenangan di dalamnya. Entah itu bagi yang pernah menetap disini, atau mereka yang sekedar singgah satu dua hari untuk plesir. Bagi mereka, selalu ada alasan untuk kembali menyapa keramahan kota gudeg ini.

Selain keramahannya, Jogja juga memiliki Malioboro. Seruas jalan yang sebenarnya tidak terlalu lebar ini, seakan menjadi menu wajib jika berkunjung ke Jogja. Tak lengkap rasanya ke Jogja jika belum singgah di Malioboro.

Bagi kebanyakan orang, Malioboro sengaja diletakkan pada daftar paling akhir untuk dikunjungi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah untuk berbelanja oleh-oleh. Selama ini Malioboro memang dikenal sebagai surga belanja oleh-oleh khas Jogja. Berbagai macam barang bisa ditemukan disini. Baik yang dijajakan oleh pedagang di emperan toko, maupun di gerai-gerai ternama.
Baca juga: Di Jogjakarta, Kami Bertemu
Namun hal itu tak berlaku bagi saya, yang sesekali menyambangi kota masih kental akan budaya Jawa ini. Seperti pagi itu, saya tiba di Jogja untuk kesekian kalinya. Dan seperti biasa, Malioboro selalu menjadi tujuan pertama saya. Tentunya bukan untuk berbelanja oleh-oleh.
Halte Trans Jogja
Menantikan pertemuan.
Keluar dari halte Trans Jogja, saya melangkahkan kaki di pedestrian Malioboro yang sejak akhir tahun lalu selesai berbenah. Sebelumnya, jangan harap bisa melenggang santai di sepanjang trotoar sisi timur Jalan Malioboro yang lebih pantas disebut tempat parkir itu. Baru berjalan beberapa langkah saja, bersiaplah dikagetkan oleh klakson sepeda motor yang hendak parkir ataupun sebaliknya.

Namun kini pemandangan tersebut sudah menjadi angin lalu. Upaya untuk mengembalikan fungsi pedestrian Malioboro sebagaimana mestinya telah membuahkan hasil. Dan sambutlah wajah Malioboro yang baru!

Hal pertama yang sangat terasa perbedaannya adalah jalur pedestriannya yang semakin luas. Dilengkapi pula dengan jalur khusus bagi penyandang disabilitas. Penghalang sengaja dipasang di beberapa titik untuk menjamin hak pejalan kaki tidak terampas oleh kendaraan lagi.
Pedestrian Malioboro
Keramaian pedestrian Malioboro.
Keberadaan bangku-bangku taman juga memberi kenyamanan tersendiri. Entah itu pagi, sore hingga malam hari banyak pengunjung yang memanfaatkannya untuk sekedar duduk santai menikmati suasana. Atau jika lelah berjalan kaki, bisa untuk rehat sejenak sambil berbincang dengan kawan serta orang terkasih lainnya.

Suasana akan bertambah semarak lagi pada malam harinya. Lampu-lampu hias akan menyala satu per satu seiring dengan langit Jogja yang semakin pekat. Tak peduli sedang bersama pasangan atau tidak, romantisme Malioboro akan semakin terasa.

*****

Saya masih melangkah pelan, sambil mengedarkan pandangan. Tampaknya pedestrian ini telah menjadi primadona baru di Malioboro. Terbukti dari ramainya pengunjung yang berjalan-jalan ataupun duduk santai menikmati suasana, meski pagi belum menyentuh pukul 10.
Plang Sosrokusuman
Mencari sudut sepi.
Tepat setelah melewati area depan Mall Malioboro, saya berbelok masuk ke gang Sosrokusuman. Sebuah gang yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Ya, di sudut gang inilah saya biasa menginap, begitu pula malam nanti. Di sebuah penginapan sederhana yang sudah seperti rumah sendiri.
Baca Juga: Sepucuk Cinta dari Sudut Gang Sosrokusuman
Gang Sosrokusuman tampak masih sama seperti beberapa waktu lalu. Masih ramai oleh sepeda motor yang berlalu lalang. Di salah satu sudutnya, pagar seng dipasang sebagai pembatas proyek perluasan hotel dan pusat perbelanjaan. Sebuah tower crane menjulang tinggi, dan kesibukan para pekerjanya terdengar jelas dari balik pagar tersebut.
Tower Crane
Tinggi menjulang.
Gang Sosrokusuman
Gang Sosrokusuman.
Menurut penuturan Bu Fatimah, kampung Sosrokusuman kini hanya tinggal separuhnya karena terkena proyek tersebut. Ruang publik bagi warga untuk melakukan kegiatan bersama pun sudah lenyap. Sehingga warga kampung terpaksa harus meminjam tempat lain untuk menggelar acara.

Hanya tinggal menunggu waktu sebuah gang nan sempit ini nantinya akan diperlebar. Dengan dalih mengurangi kemacetan yang sering terjadi mengular hingga Jalan Mataram. Beberapa rumah jelas akan terkena imbasnya, dan entah berapa tahun lagi kampung Sosrokusuman akan lenyap.

*****

Menjelang sore hingga malam hari, keramaian di Malioboro akan semakin terasa. Apalagi jika bertepatan dengan akhir pekan atau hari libur. Masing-masing memiliki cara sendiri untuk menikmati Malioboro. Entah itu belanja, atau hanya sekedar berjalan-jalan menghabiskan waktu.

Untuk urusan perut, tak perlu khawatir. Karena selain surga belanja, Malioboro juga dikenal sebagai pusat kuliner. Mulai dari kedai modern atau makanan cepat saji, hingga warung-warung kaki lima sederhana ataupun lesehan. Apalagi sambil menikmati alunan musik dari pengamen jalanan, persis seperti dalam lirik di lagu Yogyakarta milik Kla Project.
Bakmi Jawa Bu Jiko
Sudut Jalan Mataram.
Namun bagi saya tak terlalu suka dengan keramaian, tentu hal tersebut menjadi sedikit masalah. Maka dari itu saya memilih untuk  beralih ke sekitaran Jalan Mataram yang cenderung lebih lengang. Padahal jaraknya hanya selemparan batu dari Malioboro.

Di mulut gang Sosrokusuman, yang bersebelahan dengan pintu belakang kompleks Kepatihan, terdapat sebuah angkringan sederhana. Biasanya akan ada satu atau dua bapak tukang becak yang sudah duduk manis. Menyesap segelas teh hangat ataupun menghisap sebatang rokok.

Sore itu, angkringan terlihat cukup ramai. Tak ada bangku yang tersisa untuk satu orang pun. Beruntung, tak jauh dari situ terdapat sebuah warung tenda sederhana. Bakmi Jowo Bu Jiko, demikian yang tertulis di spanduknya yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung.

Tanpa pikir panjang, saya melangkahkan kaki ke warung yang terlihat masih sepi tersebut. Benar saja, hanya ada sepasang suami istri beserta buah hatinya yang masih balita. Mereka sedang kusyuk  menikmati hidangan di hadapan masing-masing.
Bakmi Jawa Bu Jiko
Meracik rindu.
Sambil menunggu pesanan saja selesai diracik, sesekali jari-jari tangan memainkan layar ponsel. Mengecek notifikasi, barangkali ada satu dua pesan yang masuk. Namun kenyataannya nihil, ponsel saya sepi.

Selang beberapa saat, akhirnya pesanan saya tersaji di hadapan. Semangkuk bakmi godhog yang masih mengepul panas. Sengaja memesan bakmi godhog, agar malam nanti perut tidak meronta lagi. Karena saya masih percaya dengan sugesti bahwa makanan yang berkuah itu lebih mengenyangkan daripada yang tidak.
Bakmi Jawa Bu Jiko
Semangkuk rindu.
Aromanya yang menusuk hidung sungguh menggoda siapapun untuk segera mencicipinya. Tak perlu berlama-lama untuk menyendok kuahnya yang terlihat kental itu terlebih dahulu. Meniupnya satu dua kali, sebelum menyuapkannya ke mulut.

Hangat dan rasa gurih yang berasal dari telur bebek terasa sangat pas di lidah saya. Rasa pedas belum begitu kentara, karena saya sengaja belum mengaduknya. Berlanjut ke sendokan kedua, saya mengambil sedikit suwiran ayam, potongan cabe dan bawang goreng yang mengambang di atas kuahnya.

Saya tambahkan sedikit acar sebelum mengaduknya perlahan. Lalu menit ke menit berikutnya, saya sibuk menyantap bakmi di dalam mangkuk. Maklum, saya benar-benar kelaparan karena sepanjang siang tadi belum makan apapun.

Sebelum bakmi di dalam mangkuk saya tandas, beberapa pembeli datang silih berganti. Memesan bakmi, nasi goreng ataupun nasi ruwet yang biasanya juga tersedia di warung bakmi. Ponsel saya bergetar, pertanda sebuah pesan WhatsApp masuk. Membacanya cukup membuat saya tersenyum simpul.
Bakmi Jawa Bu Jiko
Mengobati rindu.
Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh penyair Joko Pinurbo, bahwa Jogja itu terbuat dari rindu, pulang dan angkringan.  Yang membuat siapapun selalu ingin kembali menyapa keramahannya. Seperti seorang kawan yang mengirim pesan tadi. Rindu makan di angkringan Jogja, katanya.

Sudah menjadi tugas saya untuk menemaninya berkeliling Jogja, mengobati rindu. Namun saya tidak akan mengajaknya makan di angkringan. Melainkan menyincipi semangkuk bakmi Jawa. Bakmi yang menumbuhkan rindu.

Komentar

  1. Aku kalo ke Jogja Malioboro selalu ku taro di tujuan akhir haha lebih senang duduk² di 0 km nya sih, sambil memandang orang² yg jualan.


    Emang malioboro dan Jogja punya banyak cerita buat semua pejalannya.

    Mie ghodognya juga lebih enak di Jogja timbang di Sby haha


    Pokok Jogja itu sejuta rindu deh haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tuh kan bener. Ga ada kenangan khusus aja pokoknya ngangenin :D

      Hapus
  2. Mas typo, semangkok mie godog kok jadi semangkok rindu ya? Apa Mas Jo lagi menampung rindu segitunya sama kenangan bersama mie godhog Bu Jiko? :p
    Eh sama temen mbakminya
    Eh sama apa ya :p

    BalasHapus
  3. Daku belum punya foto di pedestrian Malioboro yang baru, hehehehe nggak penting banget ya.
    Bakmi ghodog memang tiada duanya :)

    BalasHapus
  4. Ah Jogja.
    Belum ke sana aja rasanya udah kangen pengen ke sana.
    Menikmati syahdunya setiap sudutnya.

    BalasHapus
  5. mari para perindu kota gudeg, mengadakan jambore hahaha, biar rindunya terobati baik yang jomblo maupun yang punya pasangan hahaha

    BalasHapus
  6. kami pun pagi terakhir baru datang ke Malioboro, cari sarapan..
    sempatlah duduk di salah satu kursi itu, memang lega ya trotoarnya lebar, emperan toko pun tak sepadat dulu lagi
    tempat parkir motor yang bertingkat di ujung jalan itu tampaknya mampu melegakan Malioboro

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi di gang2 kecilnya dijadiin parkir skrg mbak.

      Hapus
  7. Sebenernya gw pengen poto yg pedestrian sepi bner tapi jam berapa ya..btw ujung gang sosrokusuman itu ya bakalan ngerusak tatanan penginapan dibelakangnya ga sih buat backpacker kere macem gw masih butuh sangat penginapan disana.

    BalasHapus
  8. Mie godognya JOgja banget Mas...bikin kangen ke Jogja, cuman sayangnya sekarang kok macet banget Jogjanya yah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya beginilah kalo kota ngangenin. Bakal rame :D

      Hapus
  9. duh bakmi jawa itu selalu enak, bapakku yg asli jogja suka banget dan aku nularin kesukaan makan bakmi jawa ini sama suami dan dia jadi penggemar setia bakmi

    BalasHapus
  10. Saya beberapa kali ke Malioboro. Suka cari oleh-oleh di sini. Kulineran juga pernah, tapi cuma nasi pecel waktu pagi. Bakmi godhog itu kok menggoda sekali ya. Saya jadi mau coba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bakmi godhog biasanya buka sore hari mas. Bisa untuk santap malam juga, kuahnya itu yg bikin ngiler :D

      Hapus
  11. Mesranya, semoga semangkuk bakmi itu menjadi penguat cintamu pada jogja. Ayeeee....

    BalasHapus
  12. Memang benar-benar mengoreskan kenangan baru di maliobora dan jogja secara keseluruhan. Saya sendiri seneng banget ke jogja karena orangnya ramah-ramah, meskipun uang kita minim tapi bisa makan kenyang di jogja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Jogja itu memang ramah di kantong. Asal selektif sih, ada beberapa tempat makan yg terkenal tentu harganya sudah beda.

      Hapus
  13. Jogja selalu berhasil membuat banyak orang memiliki kenangan di dalamnya. Entah itu bagi yang pernah menetap disini, atau mereka yang sekedar singgah satu dua hari untuk plesir.

    Aihhh, kalimat pembukane sweet. Tapi sepakat. Jogja emang seperti itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Satu diantara banya orang yg juga sepakat dg hal tersebut :D

      Hapus
  14. Hari minggu main ke mirota batik doang, mau nongkrong di malioboro siang2, panasee hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya Jogja masih kuranh ruang terbuka hijaunya. Panasnya udh nyamain Semarang :D

      Hapus
  15. Aku loh sering duduk-duduk santai di pedertrian sampe kelewat lama hahahahha. Entahlah, makin betah dengan suasana yang seperti itu.

    BalasHapus
  16. Aku dah lama ngga ke Malioboro kalau ke Yogya, soalnya sekarang banyak tempat unik & bagus yg ditawarkan jd malioboro rada terlupakan :D Enaknya duduk2 disini sore ke malam hari biar ngga sumuk kali ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, apalagi suasananya makin hidup di sore hingga malam hari hehe

      Hapus
  17. Yang berkuah belom tentu lebih mengenyangkan, mas. Mie instan rebus misalnya, wkwkwk. Bubur juga nggak mengenyangkan haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha kan hanya sugestim setiap orang juga berbeda2 wkwkwk

      Hapus
  18. Bikin ngiler banget, ya mas! Aku mau coba juga deh kalau ke Jogjakarta :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Monggo, apalagi pas hujan2 makan yg anget2 hehe

      Hapus
  19. Pernah naik Trans Jogja turun di halte inna garuda terus jalan kaki di pedestrian barunya malioboro. Sampai halte benteng vredeburg naik trans jogja lagi. Kurang kerjaan memang tapi enak aja suasananya, apalagi pagi hari :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iya mnrtku enaknya pas pagi pas masih agak sepi.

      Hapus
  20. Kirain bakalan cerita bakmi depan SGM. hehehe...
    Eh, kamu udah nyobain bakmi di situ kan?

    BalasHapus
  21. sepertinya salah saya sering ke jogja tapi malah belum pernah nyoba mie godok..
    masih terpesona sama nongkrong di angkringan tiap ke jogja soale..
    hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang bosen sih menunya itu-itu mulu di angkringan. Sesekali pengen yg beda :D

      Hapus
  22. Saya menikmati pedestrian malioboro yang baru ini, pagi-pagi seger banget.
    Oh iya, habis baca tulisan khusus masnya tentang penginapan bu fatimah, saya jadi ingin menginap di sana waktu ke Jogja, tapi gak jadi karena teman gak mau, dia ragu sama tempatnya rupanya, padahal saya penasaran banget. Sepertinya memang harus balik lagi ke Jogja, entah apa tapi memang mengandung rindu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak kadang aku ga nyaranin nginep disitu kalo orangnya agak rewel. Ya gapapa, kan orang beda2. Plusnya ya itu tadi, ibu fatimah hehe

      Hapus
  23. Terima kasih buat beberapa rekomendasi tempat di sini, baik penginapan maupun tempat makannya. Mudah-mudahan bisa saya coba di kunjungan ke Yogyakarta yang selanjutnya. Syukur-syukur kalau nilai rasa dari tempat-tempat itu bisa pula saya kecap, hehe. Saya setuju, entah mengapa Yogya selalu membawa rasa hangat di hati. Ah, semua kota memang punya kenangannya masing-masing. Yogya pun punya kenangan dan kejadian yang menjadikannya berbeda dan membekas. Tak sabar saya untuk mengunjunginya kembali!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, setiap kota memiliki kesan masing-masing bagi setiap orang. Malahan sebnarnya saya gak punya kenangan khusus di jogja. Tapi terasa spesial ketika menjejakkan kaki di trotoarnya :D

      Hapus
  24. bakmi emang mantep mas johan .... dan yang paling unik di jogya ... tuh papan jalan malioboro ..sampek orang orang rela ngantri buat foto disana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Plangnya skrg kalah mas sama bangku2 malioboro hehe

      Hapus
  25. Baru nasi pecelnya. Belum nyoba bakmi yang bikin ngiler itu. Apalagi dah lama aku nggak ke Yogya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pecelnya udah nyoba mbak, biasa sih rasanya

      Hapus
  26. Ah, Malioboro memang selalu meninggalkan kesan mendalam, tapi semenjak merid jarang duduk2 sante disana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk skrg sibuk sm anak lanang ya mbak

      Hapus
  27. Baca artikel ini jadi kangen pengen ke jogja nih!....APakabar ya jogja!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jogja masih disana, belum pindah kemana-mana :D

      Hapus
  28. Tiap kali mudik solo, aku slalu nyempetin ke jogja. Dan harus diakuin, bakmi jogja itu jauuuuuuh lbh enak :D. Di solo ada yg jual bakmi godhok t OK rasanya ga bisa seenak yg di jogja :p

    BalasHapus
  29. Ahhh sial tulisanmu memang selalu memikat mas, kata katanya laya diksi....aku mbok berguru lah hahaaaa
    Gang sosrokusuman itu yg banyak homestay rumah belakang pertokoan malioboronya itu ya mas, blkg yg pasar bringharjo bukan, yg masuk masuk ke gang?
    Edunnnn, bakmi godhoknya bsgaikan berselantjar di mulut ni mas
    Tp klo saya sukae yg model nyemek punya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha berguru gmn sih? Wong tulisanku ngene2 iki.
      Sosrokusuma itu samping mall malioboro mbak nit, kejauhan kalo sampe pasar beringharjo.

      Hapus
  30. Akeh sing melu lomba iki ya? Jo, kenapa nggak angkat kemegahan Kota Baru yang penuh bangunan bersejarah kae? Eh kok aku malah sing ngatur hahaha. Good luck buat lombanya. ^^

    BalasHapus
  31. Hmm, Jogja :)

    BalasHapus
  32. Udah lama kah ke Jogjanya, Mas?
    Coba berkabar siapa tahu bisa bersilaturahmi.. he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah bulan juli lalu mas. Tapi bulan ini mau ke jogja lagi sepertinya hehe

      Hapus
    2. Kalau ke Jogja pasti beli bakmi kah, Mas? he
      Aku malah gak begitu suka sama bakmi..

      Hapus
  33. Malioboro semakin memanjakan pejalan kaki ya Mas...
    Aku yang Jogja asli malah blm pernah njajan di seputaran Malioboro...malah klo makan mlipir ke luar area☺☺
    Tapi kata tmn2 yang pernah tinggal di Jogja... Jogja itu mmng ngangenin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, jd ga perlu khawatir tertabrak atopun kena knalpot yg masih panas😀

      Hapus
  34. Terima kasih Mas Jo, bakmi godhog hangat gurih. Malioboro dari kesan semrawut hingga kini nyaman tetap menawan yaak. 'Njogjani' banget. Rindu Yogya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semakin nyaman untuk berjalan kaki mbak prih.

      Hapus
  35. Jogja itu dimana sih ya, dari dulu cuma denger dari orang2. Tentang istimewanya, tentang Malioboronya, tentang gudeg nya. Ini malah nambah lagi, bakmi rindu katanya. Lah yg mau ajak saya ke Jogja ini yg mana orangnya???
    Salam mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha jogja letaknya di lubuk hati sekian banyak orang mas. Entah mengapa selalu berhasil melekat di hati.

      Salam kenal kembali :)

      Hapus
  36. judulnya menghanyutkan aku bang, artikelnya membuat aku candu.
    dan jogjanya membuat aku Rindu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe makasih sudah mampir.
      Jika rindu, sambangilah ;)

      Hapus
  37. Saya juga suka dg mie godog jogja. Ngiler nih sekarang. Sayang ngga bisa dipaketin ke jambi

    BalasHapus
  38. Wah menarik sekali ma. Jogja memang penuh kenangan nih

    BalasHapus
  39. Asik ya liburannya, jogja memberi kesan yang kuat memang,
    Kunjungi juga safirarashari.blogspot.com

    BalasHapus
  40. Diksimu mas, idolak tenan.
    Salah dua dari blogger kece yang tak kagumi dari gaya tulisan yang macam ini, njenengan sama mas Rifqy "Papan Pelangi".
    *Wis cukup me-muji-ne, ndak Ge-eR mengko wkwk

    Kalau mau pulang ke Purworejo, lumayan sering lewat sini. Kadang mampir, atau cuma sekedar lewat doang. Kadang juga ngga jelas ngapain, cuma jalan-jalan nonton penjual gantungan kunci atau sekedar menikmati lalu lalang kendaraan dan turis-turis asing (tentunya) :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakaka diksiku pie sih, ngono2 wae kok :3

      Hapus
  41. Jogja kota ramah dan berkesan. Saya sudah beberapa kali berkunjung ke Jogja. Tetapi hanya di Mallioboro dan Parangtritis. Cuma saya pengen ke Jogja lagi nyari destinasi wisata baru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Berapa kalipun masih terasa kesannya.

      Hapus
  42. Jogja itu romantis, bukan materialistis. Tidak ada obrolan bisnis, hanya secangkir senyum manis.
    Orang - orang berbicara banyak tentang budaya, filosofi, dan adat yang sangat di banggakan.
    Jogja itu mas Jo, ngangeni hahaha. Meski beberapa bulan yang lalu saya menjadi korban klitih di kota itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh :3
      Sebenarnya saya gak ada kenangan khusus dengan Jogja tapi entah kenapa selalu ingin menuliskan ttf Jogja

      Hapus
  43. Jogja ini tempat yang enak buat jalan kaki santai, dan nyasar tetep aja ada yang bisa dinikmati

    gak sabar akhir bulan berkunjung kesini lagi, semoga bisa menikmati lagi
    :D

    BalasHapus
  44. kerinduan akan sesuatu hal pada suatu tempat ataupun mantan kekasih yang kini sudah beranak dua akan semakin makjleb ketika kembali mengulang makan Bakmie ditempat ketika kita masih saling berpagut cinta bersamanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh jangan-jangan bener jogja itu berhati mantan eh.

      Hapus
  45. Warna kuah bakminya agak pucat ya Jo. Macam mie celor kalo di Palembang sini :)

    Mau banget bisa blusukan di Yogya. Sehari kira-kira dapet apa aja ya?

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm mie celor belum ngincip meski sering denger namanya.
      Mungkin mirip om, karena di setiap daerah punya kuliner yg mirip-mirip. Hanya resepnya saja yg membedakan.

      Hapus
  46. Bener banget, malioboro semakin berbenah, dulu semrawut, kemarin waktu kesana udah rapi, parkirannya udah dipisah, terus pejalan kaki diberi ruang lebih. Semakin mantap!
    Itu bakminya ya ampun.. kuahnya kok manggil-manggil ya. Lapeeer!!!

    BalasHapus
  47. Ga pernah bosen kalo ke Jogja.. selalu ada aja hal-hal baru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah semua orang juga merasakan hal yg sama mas.

      Hapus
  48. Jogja ini selalu ngangenin. Mulai dari destinasi wisata sampe kulinernya yah.
    Daaan tiap bulan aku selalu bolak balik Jogja - Jakarta hahaha.

    *besok mau jajan bakmi aaaah

    BalasHapus
  49. Sejak Malioboro berbenah, sekarang jadi hobi nongkrong di pedestrian saat pagi sambil momong bocah, padahal dulu paling males kalo diajak ke Malioboro.

    Jogja itu candu!

    BalasHapus
  50. Trotoar yang lebar itu memang sudah bagus dan punya guiding block untuk penyandang tuna netra; hanya saja belum bersahabat untuk tuna daksa, gimana kursi roda mau lewat kalau dipasang besi besar di kedua ujung trotoar.

    Bakmi Jawa saya biasa ke Pak Pele yang di pojok timur bagian selatan Alun-alun Utara Jogja, persisnya di depan SD Keputran. Aku sampai ngiler mbayangke ik, mas... Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya mas, belum mengakomodasi bagi yg pake kursi roda. Mudah2an nati disempurnakan.

      Wah nambah referensi tempat bakmi nih, thanks infonya mas hehe.

      Hapus
  51. Hmmm... nyari bakmi ghodog di Bogor di mana yaaa...

    BalasHapus
  52. Udah setahun lebih ga ke Jogja, baca artikel ini jadi pengen kesini lagi. Amin! :D

    Visit blog saya juga di Heriand.com :)

    BalasHapus
  53. Jogja, ngangenin terussss. Baca ini aja udah mikir mau balik lagi. Hehehe

    BalasHapus
  54. jogja, terakhir saya ke sana sekira bulan juli 2007. sudah 10-an tahun ya. dan saat itu mengalami kejadian tidak mengenakkan gegara makan di kakilima di malioboro 'digetok' harga nya :-) walau gitu saya tetap kangen ingin ke sana. apalagi sekarang sepertinya sudah banyak berbenah ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul saking terkenalnya maka dari itu byk oknum nakal yg ingin keuntungan pribadi semata.

      Hapus
  55. mie-nya bikin kepengen ...
    jogja memang asyik untuk jelajah jalan kaki ... apalagi jika trotoarnya lebar lebar

    BalasHapus
  56. sha juga tiap kali ke jogja, pasti gak pernah kelewat mampir ke malioboro.

    harga bakmi godhog nya berapaan mas? sejujurnya, sha kapok loh makan di angkringan sekitar malioboro, gak kira2 harganya :(

    btw, sempet komen di postingan sha tentang nama, di pikir2 nama johanes anggoro gaada nama bulannya, boleh tau nama bulannya yang mana? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Relatif sih ga terlalu mahal, 12rb per porsi.

      Haha nama asliku sbnernya lebih panjang lagi mbak sha, anggoro dlm bahasa jawa pun artinya selasa hehe.
      Sbg org yg lahir di bulan september, ada 'sep'di nama belakangku, yaitu septiyoko :D

      Hapus
  57. Menarik sekali, salam kenal

    BalasHapus
  58. Saya kangen naik transjogja nyaaaa... Naik kereta dari Surabaya ke Stasiun Tugu, jalan kaki dikit ke Malioboro lalu naik trans jogja ke mana2... Hiks

    BalasHapus
  59. Waaaa besok ah kl ke jogja aku mau nyoba bakmi jawa

    BalasHapus
  60. Bakmi Godhog Dulnumani...loh salah ya? *ditendang

    Gak pernah tinggal di Jogja tetapi selalu jatuh cinta dan selalu kangen dengan setiap sudut Jogja. Iya gitu aja.

    Bakmi Godog...aku mau bakmi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang