Selepas Senja di Bulan November



Terang baru saja berganti gelap, siang telah direnggut oleh kejamnya malam.
Menyisakan berjuta tanya di benak : mengapa senja kali ini tanpa jingga?

Apakah kini senja dan jingga sudah tak berteman lagi?
Ah tak mengapa.
Bukan kah senja tak melulu tentang jingga?
 
Senja kali ini nampaknya lebih memilih berkawan dengan awan mendung.
Atau sebenarnya Ia sengaja ingin berbasah-basahan dengan hujan
 Di selingi tarian dedaunan yang di tiup angin.
Menertawakan dua manusia yang terdiam di sudut senja sana.
Terang dan gelap.
Siang dan malam
Berputar silih berganti, melengkapi satu sama lain begitu seterusnya.


Tapi lain halnya dengan kita, yang hanya bisa terdiam
 Kita, ternyata tak pernah kemana-mana sebetulnya
 Perihal kebersamaan kita, yang terlalu banyak penundaan. Sambil terus berharap waktu akan terus berpihak.

Seiring berlalu, mestinya sesuatu bisa berubah.
Tapi ternyata tidak, entah kenapa hati ini masih menyimpan gelisah yang sama. Kegelisahan yang kini terbungkus kebisuan.

Berdua, terdiam disudut senja. Tertahan oleh keinginan yang tertinggal.
Kita pernah merangkai kisah diantara jarak, menautkan rasa ditengah kehampaan.
Mencoba untuk membuat pertemuan cinta, ketika hati masih terjebak dalam sisa-sisa kenangan masa lalu.

Lalu kini, semesta seakan menertawakan kita.
Yang tak tahu lagi harus bagaimana semua ini akan bermuara.
Kita, yang tak pernah kemana-mana...


Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang