Jauh



Pagi baru saja menjelang, mentari belum menampakkan diri sepenuhnya. Masih terhalang oleh awan mendung sisa hujan semalaman penuh. Jalanan masih basah, hujan seakan   hentinya malam tadi.

Sepagi ini aku sudah berada dalam sebuah bus untuk menuju stasiun, mengejar kereta paling pagi. Di sampingku, kau duduk manis, mataindahmu menatap kosong keluar jendela, dan membiarkannya sedikit terbuka. Udara dingin berhembus pelan menerobos celah-celah jendela, menerpa wajahmu dan membuat rambut hitam panjangmu yang tergerai bergerak-gerak liar.

Seperti yang kau minta tadi malam,kau akan mengantar aku meski keretamu baru akan tiba beberapa jam setelah keretaku berangkat.


Entah kenapa dingin pagi ini seakan membekukan suasana hati kita,semenjak tadi takada kata-katayang keluar dari bibir mungilmu, bahkan senyum manismu pun tak nampak pagi ini. Tapi yang aku tau, jemari tanganmu menggenggam hangat jemari tanganku seakan takingin melepasnya. Ah, sudah lah. Biar genggam jemari tangan kita mengungkapkan perasaan hati yang tak terucap.


Hei kawan, kataorang setiap pertemuan akan selalu berteman dengan perpisahan, ada awal ada juga akhir. Memang harus seperti itu. Jadi takperlu khawatir seperti itu.


Entah bagaimana awalnya kita bisa bertemu di kota ini, kita yang sama-sama 'terdampar' disini. Takpernah menyangka bertemu orang sepertimu. Terlalu singkat, hanya selama mentari terbit sekali, lalu terbenam sekali. Bahkan semalaman tadi kita hampir tak pernah tidur. Berteduh dari derasnya hujan yang turun di emperan sebuah minimarket 24jam. Berbagi cerita, sepanjang jalanan yang kita lalui. Berkeliling di sekitaran kota ini. Ceritapun berlanjut dibawah guyuran hujan semalam.


Tanpa terasa kita sudah tiba di sebuah stasiun kecil di sudut kota ini. Entah mengapa tempat ini menjadi begitu sendu pagi ini. Tanganmu masih enggan terlepas.


Keretaku sudah menunggu, kita berpisah disini melanjutkan perjalanan masing-masing, meninggalkan kota ini. Kali ini berbeda arah, aku akan ke barat dan kau ke timur. Maaf,aku takbisa menjanjikan kata-katamanis untukmu, aku takberani. Mengingat jarak ratusan kilometer, ku rasa kata-kataku takcukup meyakinkanmu.
Terimakasih untukmu, untuk cerita yang kau bagi, dan tempatku berbagi cerita. Juga kepada kota ini, kota kecil nan damai yang mempertemukan kita.


Sampai jumpa kawan.




....dan kereta pun melaju perlahan, menjauhi sang mentari.

Komentar

Baca Juga

Menyusuri Jejak Oei Tiong Ham, Raja Gula dari Semarang

Bersekutu dengan KM Kelimutu

Jelajah Kampung Kauman Semarang